Nelayan Pantai Barat Mengeluh Pelarangan Pakai Pukar Centrang

Nelayan Pantai Barat Mengeluh Pelarangan Pakai Pukar Centrang

Panyabungan.StArtNews- Terbitnya pelarangan memakai alat tangkap pukat Centrang oleh pemerintah. Membuat para nelayan wilayah Pantai Barat Kabupaten Mandailing Natal (Madina) mengluh, sebab jika tidak memakai alat tangkap tersebut hasil tidak sesuai.

Padahal dari pengakuan beberapa nelayan kepada wartawan, beberapa hari lalu bahwa alat tangkap yang mereka pakai jenis pukat hampar atau tarik.

Wilayah Pantai Barat Madina memiliki laut terdapat di Kecamatan Natal, Batahan dan Kecamatan Muara Batang Gadis dimana masyarakat berpropesi sebagai nelayan dan petani.

“Alat tangkap pukat yang kami pakai sudah berlangsung belasan tahun, hasilnya pun hanya untuk biaya hidup keluarga sehari hari, bukan mencari kaya, “ujar Asbullah nelayan di Kecamatan Batahan.

Diceritakan sekali berangkat melaut untuk alat tangkap pukat berjumlah 5 – 7 orang, hasil setelah dijual sekitar Rp.1.000.000. Biaya operasional mencapai Rp.700.000. “Sisanyalah dibagi, paling bergaji Rp.75.000/ orang  per hari. Jikapun sedang hasil tangkapan bagus kita bisa menerima Rp.400.000/ orang, belum tentu satu kali sebulan, “ujarnya.

Masriadi Buana Akbar pemilik kapal tangkap ikan kapasitas GT3 panjang 12 Meter lebar 2,5 Meter mengatakan hasil nelayan itu tidak sampai Rp.1.500.000/ bulan. Tentu hasil belum memadai bagi kebutuhan keluarga dengan tiga anak sangat kurang.

“Yang bisa rutin beroperasi itu ya pukat sudah belasan tahun dipergunakan, karena yang dipakai itu bukan pukat Harimau, kapasitas yang dipakai nelayan skala kecil, “katanya.

Dijelaskannya pelarangan tanpa ada solusi sama saja menyuruh nelayan berhenti melaut, karena waktu DKP melakukan sosialisasi tidak ada hasil yang memuaskan bagi nelayan. “Saat kami tanyakan apa solusi tidak bisa dijawab hanya untuk sosialisasi Peraturan Kemen KP No 2 Tahun 2015 Pelarangan pukat hela dan pukat tarik, katanya ada bantuan sampai sekarang belum ada, “ungkapnya.

Jika nelayan dilarang memakai pukat bararti hanya boleh dengan jaring atau pancing berapalah hasil tangkapan ikan. “Kalau pukat Harimau kapasitas mesin 30 GT pemilik sudah jelas orang kaya, kalau yang dipakai nelayan berapalah hasilnya, “katanya.

Hal sama juga disampaikan nelayan di Muara Batang Gadis dan Natal mengakui dengan beroperasi pukat banyak menyerap tenaga kerja, mulai dari buruh angkut, jemur, hingga para pedagang di pasar lelang (TPI).

Karena sudah dipastikan jika tidak ada beroperasi lagi pukat hasil tangkapan ikan berkurang drastis, hanya bisa untuk konsumsi keluarga saja. “Otomatis hasil turun yang biasa masih bisa kita bawa ke TPI, kalau hanya pakai jaring dan pancing mungkin hanya cukup dikonsumsi keluarga saja, paling sisanya laku dijual  Rp.20.000, cukup memang untuk bertahan hidup, tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan lainnya, “jelas Bakhtiar Tanjung nelayan Muara Batang Gadis.

Katanya dalam setiap melaut dengan pukat hamparan bisa membantu 5-7 Kepala Keluarga /KK, kaum perempuan bertugas menjemur ikan sambil pengasinan untuk produksi ikan asin. “kami pada intinya sepakat asal ada pilihan yang diberikan pemerintah, jangan langsung dilarang tanpa ada solusinya, “imbuhnya.

Para pemerhati di tiga kecamatan itu Edi, H. Iskandar dan Syufrin berpendapat alat tangkap yang dipakai masuk dalam kategori pukat Centrang dimana selama ini menjadi andalan bagi masyarakat. Jika diterapkan Pelarangan hampir 20% nalaya menjadi pengangguran.

“Sebagai warga negara yang baik, harus mematuhi peraturan akan tetapi akan terasa aneh jika yang biasa dilaksanakan masyarakat dilarang tapi tidak ada win win solusi, lalu mau dikemanakan hanyat hidup nelayan itu?  Katanya ada bantuan sampai sekarang belum terealisasi, “ujar mereka.

Ribuan kepala keluarga yang menggantungkan hidup dari hasil melaut, jika ada pilihan semisal nelayan tidak usah menangkap namun memanen, tentunya sangat membantu.

“Jadi keinginan nelayan pukat tetap diperbolehkan sebelum adanya solusi tadi. Dan juga di Pantai Barat Madina nelayan tidak bisa mencari ikan partai besar, akibat tidak adanya tersedia pabarik Es, menikmati hasil itu nelayan atau pengusaha perikanan dari luar, baik itu Sibolga ataupun Air Bangis Pasaman Propinsi Sumatra Barat, “harap mereka.

Reporter : Z Ray

Editor : Hanapi Lubis

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...