Ini Kronologis Kejadian Bentrok Mompang Julu


acara mendengarkan penjelasan dan paparan dari Kapolres dalam rangka penguatan peran serta ulama, tokoh adat, tokoh masyarakat untuk terciptanya kekondusifan, kebersamaan dan kenyamanan di Mandailing Natal yang dilaksanakan di Masjid Nur Alan Nur Aek Godang panyabungan 30/06.
Panyabungan, StArtNews-Kapolres Mandailing Natal AKBP. Horas Tua Silalahi menjelaskan kronologi kericuhan di Desa Mompang Julu.
Semua berawal dari massa yang dikomandoi oleh mahasiswa yang dikoordinir Awaluddin. Aksi ini kemudian menarik perhatian warga sekitar termasuk anak-anak, nenek-nenek bahkan ibu-ibu yang bawa bayi juga warga yang menonton aksi.
Demikian disampaikan Kapolres di depan tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, Forkopimda dan Bupati serta DPRD Madina dalam acara Mendengarkan Penjelasan dan Paparan dari Kapolres dalam Rangka Penguatan Peran Serta Ulama, Tokoh Adat dan Tokoh masyarakat untuk Terciptanya Kekondusifan, Kebersamaan dan Kenyamanan di Mandailing Natal yang dilaksanakan di Masjid Nur Alan Nur Aek Godang Lanyabungan (30/06).
Kapolres melanjutkan, ia memerintahkan pembubaran massa sebagaimana yang dilakukan sebelumnya, merujuk aksi dua desa yang melakukan aksi yang sama beberapa minggu lalu.
Namun, saat akan membubarkan ada gelagat mencurigakan sehingga Kapolres menunda pembubaran massa meskipun petugas sempat memadamkan api ban bekas yang sengaja dibakar pengunjuk rasa di jalan raya.
Dijelaskan Kapolres, dari komposisi massa, tidak mungkin dilakukan pembubaran paksa karena banyaknya anak-anak dan ibu-ibu yang menggendong bayi serta lansia.
“Secara psikologis tidak memungkinkan untuk dibubarkan,” jelasnya.
Kepolisian juga berupaya melakukan negosiasi dengan tokoh masyarakat agar menyampaikan kepada koordinator aksi untuk meredam situasi yang mulai panas. Namun, upaya itu tidak direspon oleh pengunjuk rasa.
Saat itu kata AKBP. Horas Tua Silalahi, tidak ada lagi moral dan akhlak pengunjuk rasa menghargai pemerintah yang datang karena dari pembicaraan dengan massa tidak nyambung, bahkan terkesan emosional.
“Saat komunikasi, tokoh masyarakat menyerahkan kepada kepolisian untuk mengambil tindakan yang diperlukan, artinya negosiasi tidak jalan,” ungkap Kapolres.
Upaya negosiasi pun kembali dilakukan untuk kedua kalinya agar jalan lintas Sumatera yang ditutup pengunjuk rasa dibuka. Namun, massa tetap tidak mengindahkan.
Sekitar pukul 15.00 Wib hari itu, tim kembali melakukan negosiasi dengan kordinator aksi, Pemda dalam hal itu diwakili Sekda menyampaikan tanggapan terhadap tuntutan massa yang ingin Kades Mompang Julu, Hendri Hasibuam mundur dari jabatannya.
Sekda Madina, Gozali Pulungan menyampaikan bahwa dalam 3 hari Pemda akan memproses tuntutan massa. Lagi-lagi massa yang unjuk rasa tidak memberikan respon yang baik.
AKBP. Horas Tua Silalahi menerangkan, karena negosiasi tidak berjalan dengan baik akhirnya pada pukul 17.00 WIB Kembali diupayakan negosiasi untuk ketiga kalinya.
Saat pihak kepolisian melakukan negosiasi dan meminta massa membuka blokade jalan, tiba tiba polisi diserang dengan lemparan batu.
“Dari pantauan polisi yang melajukan pelemparan batu pada petugas bukan saja orang yang melakukan aksi pada siang hari itu, ada orang lain yang ikut dan memprovokasi. Polisi pun terpaksa menembakkan gas air mata dan menyemprotkan air dari watercanon,” terang Horastua.
Kapolres juga membantah pemberitaan yang menyatakan polisi melakukan pembubaran paksa aksi unjuk rasa itu.
“Polisi belum melakukan pembubaran massa, melainkan hanya berupaya memecah konsentrasi massa agar tidak terprovokasi,” kata Kapolres.
Perlaha, Polisi pun mundur namun ada beberapa fasilitas seperti mobil Wakapolres dan kendaraan roda empat milik warga sipil dibakar warga.
“Meski dibakar, polisi belum melakukan tindakan yang berlebihan karena takut banyak yang korban,” tegasnya.
Pihak kepolisian setelah melakukan koordinasi akhirnya meminta Brimob untuk turun.
Malam setelah kejadian, dari hasil koordinasi dengan Bupati dan Kades serta unsur lainnya, Kades menyatakan mundur.
Saat pengunduran diri itu dibacakan oleh Camat, pengunjuk rasa meminta agar perusakan kendaraan yang dilakukan oleh massa tidak ditindak sesuai hukum. Mengingat situasi polisi dan camat saat itu berada di tengah-tengah massa, polisi terpaksa menuruti permintaan massa.
Sekitar pukul 04.00 WIB, Selasa (30/6) menjelang Subuh warga membuka blokade jalan sehingga transportasi kembali lancar dan normal.
Tim Redaksi StArtNews