Kisruh TBS: Antara Kelangsungan Mangrove dan Hajat Hidup Masyarakat


Foto: Ilustrasi
Kisruh TBS: Antara Kelangsungan Mangrove dan Hajat Hidup Masyarakat
SIKAP REDAKSI – Berbicara kepentingan perut orang banyak merupakan hal yang sensitif, tapi mengabaikan lingkungan juga bukan perkara yang tidak diatur Undang-Undang. Dilema ini sedang terjadi di Mandailing Natal. Di satu sisi ingin menyelamatkan alam dan lingkungan hidup. Namun, di sisi lain ada perut orang banyak yang terusik. Polemik PT Tri Bahtera Srkandi, selanjutnya akan disingkat TBS beberapa hari ini cukup panas menghiasi lini masa pengguna media sosial di Madina. Polemik muncul saat Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal melalui Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu mengeluarkan surat pengumuman untuk masukan, tanggapan, dan saran dari siapa saja, baik yang terkena dampak langsung atau pun tidak terkait perpanjangan izin PT TBS. Inkaperta (Ikatan Pemuda Ranah Natal) menjadi salah satu yang menolak perpanjangan izin ini karena TBS diduga telah mengalihfungsikan lahan Mangrove menjadi lahan sawit.
Perang argumen antara Inkaperta, PT TBS melalui kuasa hukumnya, dan masyarakat yang terdampak maupun tidak terdampak terus bergulir. Semua saling yakin benar. Konon permasalahan ini telah sampai pula ke Jakarta dan kabarnya akan dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. TBS tentu tak tinggal diam, melalui kuasa hukumnya PT TBS menantang semua pihak-pihak yang menuduhkan adanya perusakan Mangrove di wilayah perkebunan milik TBS untuk melkukan pembuktian. Setiap tuduhan harus dibuktikan, bukan? TBS kekeh kalau tidak ada perusakan dan pelanggaran Undang-Undang dalam menjalankan usahanya. Pun sudah pernah peninjauan dilakukan Polda Sumut dan tidak ditemukan perusakan lahan Mangrove, setidaknya begitu pernyataan kuasa hukum PT TBS. Adanya izin dari BPN Sumut, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Badan Lingkungan Hidup, Bupati Madina, dan instansi terkait membuat polemik semakin rancu. Selain itu masyarakat Desa Sikara-kara juga merasa kalau tuntutan Inkaperta tidak tepat. Sampai-sampai kepala Desa Skara-kara ikut ambil bagian dalam demo penolakan gugatan Inkaperta. Grasak-grusuk di lini masa semakin liar, masyarakat yang menggantungkan hidupnya di perusahaan itu tak terelakkan dari imbas polemik ini.
Pemerintah tidak tinggal diam, setidaknya sementara waktu PT TBS diharuskan untuk berhenti beraktivitas di lahan yang bermasalah sampai ada peninjauan dari tim yang dikerahkan pemerintah seperti yang tertera pada surat yang sempat viral di media sosial. Tentu kita mengapresiasi kinerja pemerintah yang cepat tanggap dan mengeluarkan surat perintah penghentian aktivitas sementara. Namun, kedatangan tim yang dimaksudkan pemerintah harus benar-benar dipercepat dan jadi prioritas. Jangan sampai permasalahan berlarut-larut. Mangrove semakin luas yang kena babat dan yang tak kalah penting masyarakat yang bekerja di TBS kembali bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidp keluarganya.
Kita berharap semua pihak bisa segera duduk bersama, membicarakan solusi terbaik untuk semua pihak. Jangan ada Mangrove yang rusak karena keserakahan perusahaan. Pun jangan sampai karena tuduhan yang belum terbukti justru menyebabkan terhentinya rezeki orang-orang yang bekerja di perusahaan itu. Pemerintah tidak boleh bertele-tele menangani kasus ini, hajat hidup masyarakat Desa Sikara-kara dan keberlangsungan Mangrove sedang jadi taruhan. Masyarakat pun diminta berhati-hati memberikan tanggapan perihal ini, jangan sampai ketidakberanian kita berpikir jernih sebelum berkomentar justru menyulut api kecil yang sedang menyala. Kita tentu tak ingin terjadi pertikaian yang merusak kesatuan dan kesatuan Madina. Kita tak ingin apa yang pernah terjadi di Maga beberapa tahun lalu terulang. Tentu tidak bijak jika kita jatuh dua kali dalam lubang yang sama. Keledai saja tak mau.
Redaksi StArtNews
Comments
This post currently has no comments.