Madina: Paradoks Ramah Anak

Madina: Paradoks Ramah Anak

Ilustrasi

Madina: Paradoks Ramah Anak

Sikap Redaksi – ANAK adalah masa depan. Generasi penerus sebuah generasi yang usang. Pemimpin masa depan yang akan memperbaiki apa-apa yang telah kita rusak. Sudah selayaknya kita memberikan hak-hak mereka agar mereka merasa aman dan tumbuh tanpa rasa takut. Menumbukan kepercayaan diri mereka agar berani berpikir luas dan melampaui cita-cita mereka yang sudah tentu cita-cita kita pula.

Bagaimana kalau di Negeri Beradat Taat Beribadat anak-anak justru dicengkram rasa takut. Bukan sekali dua kepercayaan diri mereka berubah jadi trauma. anak-anak mana yang tidak akan trauma jika di usia dini saja sudah menjadi korban kekerasan seksual. Anak-anak korban kekerasan seksual ini dipaksa hidup berdampingan dengan pelaku. Mereka terintimidasi. Sebab tidak jarang kejadian-kejadian yang melibatkan kekerasan seksual terhadap anak berakhir dengan damai di antara keluarga karena memang tidak jarang pelakunya orang dekat.

Dari data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Mandailng Natal sejak 2017 sampai hari ini ada 108 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Itu belum termasuk dengan kasus-kasus yang ditangani polisi dan yang tidak dilaporkan. Mengerikan. Membayangkan satu kasus saja sudah membuat kita bergidik. Apalagi kalau sebanyak itu. Tidak bisa dibayangkan akan seperti apa masa depan mereka. 70% dari mereka akan tumbuh menjadi pelaku kekerasan yang sama. Akan sebanyak apa korbannya di masa depan?

Paradoks tingkat kabupaten. Baru-baru ini Madina dinobatkan sebagai daerah ramah anak. Pemkab melakukan verifikasi ke Medan. Meyakinkan juri untuk menetapkan Madina sebagai daerah ramah anak. Benar memang, Madina dianugerahi penghargaan sebagai derah ramah anak. Ramah anak bagi peredator seksual, mungkin saja. Siapa yang tahu?

Terlepas dengan paradoks yang ada. Sudah semestinya pemerintah dan seluruh elemen masyarakat turut ambil bagian. Melawan setiap kekerasan seksual terhadap anak. Jangan diam meski pelakunya orang dekat. Sekali dimaafkan dua tiga kali mereka akan berbuat. Pun, orang tua harus lebih berhati-hati menitipkan anak-anaknya. Instansi dan badan-badan terkait sudah semestinya semakin gencar menyosialisasikan pengawasan anak termasuk ancaman hukuman bagi pelakunya. Tentu kita berharap anak-anak kita tumbuh dengan kepercayaan diri yang tinggi. Melampaui cita-citanya dan menjadi pemimpin di masa depan. Sehingga penghargaan itu tidak semacam meludah ke langit yang justru mengenai muka sendiri.

Tim Redaksi StArtNews

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...