Pemberdayaan Wakaf Pendidikan


Foto: Penulis, Sunarji Harahap
Pemberdayaan Wakaf Pendidikan
OPINI-Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memerankan peranan yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan soial, pendidikan, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Islam. Wakaf selama ini masih dipandang sebelah mata dalam berbagai aktivitas ekonomi, termasuk pendanaan pendidikan tinggi di Indonesia. Padahal, jika kita mau merujuk ke negara lain di dunia, wakaf telah memiliki peran sentral dalam pendanaan pendidikan tinggi. Sebut saja salah satu universitas tertua di dunia, Universitas Al Azhar di Mesir, yang dapat berdiri sejak dinasti Fathimiyyah pada 970 masehi hingga hari ini merupakan hasil pengelolaan wakaf dari masyarakat Mesir secara terus-menerus. Bahkan banyak pula universitas terkemuka dunia pada hari ini, misalnya Harvard University di Amerika Serikat, yang juga mengelola dana “wakaf” dengan jumlah sangat besar untuk mendanai operasional kampus.
Kesuksesan Al Azhar dalam mengelola dan memanfaatkan dana wakaf umat ini banyak menginspirasi umat Islam di belahan negara di dunia, salah satunya di Indonesia. Tak sedikit lembaga dan yayasan yang menggunakan konsep wakaf untuk melakukan pemberdayaan umat dan pengembangan yayasan. Bahkan, saking dahsyatnya efek wakaf ini, negara komunis Rusia sempat melarang umat Islam untuk berwakaf. Pasalnya, wakaf di negara tersebut diklaim bisa membantu pertumbuhan Islam sangat signifikan.
Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2012 telah mengatur berbagai hal terkait penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia, termasuk mengenai pendaanaan dan pembiayaan di bab V yang mencakup pasal 83 s.d. 89. Pasal 84 ayat 2 menjelaskan perihal sumber pendanaan pendidikan tinggi yang dapat diperoleh dari masyarakat. Poin b dalam pasal tersebut bisa dikatakan wakaf menjadi salah satu contohnya.
wakaf dapat digunakan untuk keperluan pendidikan. Perguruan tinggi sebagai sebagai penyelenggara pendidikan tertinggi setelah jenjang pendidikan SD-SMP-SMA dan sederajat tentu perlu biaya yang tidak sedikit dalam menjalankan operasionalnya. Dibutuhkan partisipasi masyarakat luas dalam pendanaan pendidikan tinggi ditengah anggaran negara yang terbatas untuk mendanai pendidikan tinggi. Wakaf dapat hadir dalam semangat partisipasi tersebut serta menjadi salah satu alternatif solusi pendanaan pendidikan tinggi di Indonesia.
Wakaf yang dalam bahasa inggris diartikan sebagai endowment bukanlah barang baru di pendidikan tinggi seluruh dunia. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Harvard University di Amerika Serikat yang merupakan pengelola academic endowment terbesar di dunia memiliki nilai endowment lebih dari 35 miliar dolar AS pada 2016. Jumlah endowment kampus tersebut sangat besar dan menjadi penopang pemasukan kampus terbesar dengan presentase 36 persen dari total penerimaan.
Wakaf di negara yang jumlahnya terbesar di dunia, Indonesia ini memiliki potensi luar biasa. Ibarat raksasa tertidur (sleeping giant). Lihat saja jumlah penduduknya yang mencapai sekitar 250 juta jiwa. Apalagi, dari jumlah sebesar itu, sekitar 80 persen lebih adalah umat Islam. Jika setiap umat Islam sadar untuk wakaf maka akan terkumpul dana yang luar biasa. Hitung saja misalnya per orang Rp 50 ribu per bulan. Kalau diambil sepuluh juta orang saja misalnya kemudian dikali Rp 50 ribu maka dihitung dengan kalkulator manual bisa jebol. Luar biasa!
Karena itu, bila melihat banyak proyek keummatan seperti dalam bidang kesejahteraan dan pendidikan yang masih terbengkalai bisa ditopang dengan dana wakaf. Sayangnya, kesadaran umat Islam untuk berwakaf masih cukup minim. Karena itu, potensi yang besar seperti raksasa tertidur itu harus dibangunkan. Jika kesadaran itu sudah terbangun, tidak menutup kemungkinan banyak proyek keummatan yang bisa segera tertangani. Untuk kurun waktu terakhir, banyak lembaga atau yayasan Islam yang meniru apa yang dilakukan Al Azhar.
Wakaf tidak saja berimplikasi kemaslahatan umat tapi juga berguna pada wakif. Lihat saja definisi wakaf dalam perspektif syara. Wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja. Karena itu, jika ada orang yang mewakafkan hartanya, sesungguhnya dia sedang mewariskan kebaikan pada orang banyak.
UIN SU hadir sebagai institusi pelopor pewakaf terbanyak se Indonesia , sebanyak 6.595 mahasiswa baru Universitas Islam Negeri Sumatera Utara mengikuti Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) sekaligus penorehan prestasi dengan memecahkan rekor MURI kategori wakif atau pewakaf terbanyak se – Indonesia dimana mahasiswa sebagai pewakaf sebagai bentuk mengamalkan ayat yang artinya tangan di atas harus lebih baik dari tangan di bawah dan menanamkan mental- mental pemberi kepada mahasiswa yang melekat dengan nilai filantrofi Islam. Tentunya hal ini dapat mengedukasi bagi perguruan tinggi lain untuk dapat mengikutinya. Dana wakaf ini bisa menjadi salah satu alternatif solusi pendanaan guna membantu mahasiswa yang membutuhkan, dimana sebelumnya diberlakukannya zakat di UIN SU yang telah bergulir selama setahun dapat menjadi inspirasi dalam mengembangkan potensi bagian dari ekonomi islam mampu dirasakan oleh mahasiswa, dengan adanya zakat dengan pengelolaan yang prima, maka tidak boleh ada mahasiswa yang drop out sebab kalau terjadi. Semua kekuatan agar dapat membantu mahasiswa yang membutuhkan, disebutkannya berdasarkan laporan pihaknya sudah menghimpun Rp .3 milyar dan sudah dibagikan kepada seribuan mahasiswa UIN SU yang tidak mampu.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, menjadi pionir dalam pengembangan ekonomi umat. Wakaf merupakan salah satu sumber dana sosial potensial yang erat kaitannya dengan kesejahteraan umat disamping zakat, infaq dan shadaqah. Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia. Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf telah banyak membantu pembangunan secara menyeluruh di Indonesia, baik dalam pembangunan sumber daya manusia maupun dalam pembangunan sumber daya sosial. Tak dapat dipungkiri, bahwa sebagian besar rumah ibadah, peguruan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya dibangun di atas tanah wakaf.
Salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Karena itu pendefinisian ulang terhadap wakaf agar memiliki makna yang lebih relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan menjadi sangat penting. Dimensi tanggungjawab sosial dalam wakaf berarti menempatkan wakaf tidak semata-mata sebagai ibadah yang akan mendapatkan ganjaran dari Allah SWT tetapi juga sebagai nilai positif dalam hubungan sosial yang lebih luas. Pertemuan dimensi ‘atas’ (ridha Allah SWT) dengan dimensi ‘bawah’ (kemanusiaan-profan) melekat pada wakaf sebagai dwi-tunggal yang menggerakkan kehidupan masyarakat.
Wakaf, yang pada awalnya dilakukan sebagai pemanfaatan aset individual untuk kepentingan publik telah mengalami berbagai perubahan, baik pada tataran paradigma maupun dalam hal praktik operasionalnya. Pada tataran paradigma, wakaf telah bergerak dari sekedar pemanfaatan suatu benda tidak bergerak berupa tanah dan bangunan mulai merambah kedalam upaya pemanfaatan berbagai barang/benda yang memiliki muatan ekonomi produktif. Sementara pada tataran praktik, wakaf kini mulai dikembangkan kedalam bentuk pemanfaatan alat produksi dan alat ekonomi seperti uang, saham, dan sebagainya.
Dari apa yang dikemukakan di atas, diperoleh gambaran betapa pentingnya kedudukan wakaf dalam masyarakat muslim dan betapa besarnya peranan uang dalam perekonomian dewasa ini. Hanya saja potensi wakaf yang besar tersebut belum banyak didayagunakan secara maksimal oleh pengelola wakaf (nazhir). Padahal wakaf memiliki potensi yang sangat bagus untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat, terutama dengan konsep wakaf uang. Terlebih lagi di saat pemerintah tidak sanggup lagi menyejahterakan rakyatnya. Karena itu makalah ini dibuat untuk melihat sejauh mana wakaf uang mampu berperan sebagai alternatif menyejahterakan umat melalui pemberdayaan ekonomi.
Sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tertanggal 26 April 2002 diterangkan bahwa Wakaf Uang (Cash Wakaf/Wakaf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Wakaf uang ini termasuk salah satu wakaf produktif. Selintas wakaf uang ini memang tampak seperti instrumen keuangan Islam lainnya yaitu zakat, infak, sedekah (ZIS). Padahal ada perbedaan antara instrumen-instrumen keuangan tersebut. Berbeda dengan wakaf uang, ZIS bisa saja dibagi-bagikan langsung dana pokoknya kepada pihak yang berhak. Sementara pada wakaf uan, uang pokoknya akan dinvestasikan terus menerus sehingga umat memiliki dana yang selalu ada (dana abadi) dan isnyaAllah betambah terus-menerus seiring dengan bertambahnya jumlah wakif yang beramal, baru kemudian keuntungan investasi dari pokok itulah yang akan mendanai kebutuhan rakyat miskin. Oleh karena itu, instrumen wakaf uang dapat melengkapi ZIS sebagai instrumen penggalangan dana masyarakat.
Dasar hukum sama halnya dengan wakaf secara umum, dasar hukum wakaf uang adalah AL-Quran, dan Hadis. Adapun ayat-ayat Al-Quran yang menjadi dasar hukum wakaf uang yaitu: Al-Quran Surat Ali Imran ayat 92: Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
Wakaf uang merupakan potensi yang sangat besar dalam mewujudkan pemberdayaan ekonomi umat. Potensi wakaf uang tersebut mengingat terbukanya kesempatan dan peluang bagi hampir semua kalangan dapat mewakafkan uang, sehingga mampu menghimpun dana yang sangat besar. Wakaf uang memiliki prinsip sebagaimana wakaf secara umum; pokoknya dikembangkan dan hasilnya yang disalurkan manfaatnya kepada mauquf alaih. Sehingga dana wakaf uang akan menjadi dana abadi dan akan senantiasa bertambah. Untuk mengelola wakaf uang secara optimal maka dibutuhkan nazhir yang professional. Dana yang diperoleh harus mampu dinvestasikan secara baik agar mampu menghasilkan keuntungan dan manfaat secara maksimal. Pada akhirnya wakaf uang akan memiliki arti strategis dalam rangka memberdayakan ekonomi umat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Secara konseptual, wakaf uang mempunyai peluang yang unik untuk menciptakan investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan layanan sosial. Tabungan dari masyarakat yang mempunyai penghasilan menengah ke atas dapat dimanfaatkan melalui penukaran dengan Sertifikat Wakaf uang (SWT), sedangkan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf uang dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan, di antaranya untuk pemeliharaan dan pengelolaan tanah wakaf.
Dalam sistem ekonomi Islam, wakaf belum banyak dieksplorasi semaksimal mungkin, padahal wakaf sangat potensial sebagai salah satu instrumen untuk pemberdayaan ekonomi umat Islam. Karena itu institusi wakaf menjadi sangat penting untuk dikembangkan. Apalagi wakaf dapat dikategorikan sebagai amal jariyah yang pahalanya tidak pernah putus, walau yang memberi wakaf telah meninggal dunia.
Wakaf menjadi solusi bagi pengembangan harta produktif di tengah-tengah masyarakat. Wakaf secara khusus dapat membantu kegiatan masyarakat umum sebagai bentuk terhadap kepedulian umat, dan generasi yang akan datang. Perwakafan di Indonesia jauh tertinggal dibanding negara-negara yang mayoritas berpenduduk Islam lain, seperti Mesir, Aljazair, Arab Saudi, Kuwait, dan Turki. Mereka jauh-jauh hari sudah mengelola wakaf ke arah produktif. Bahkan, di negara yang penduduk muslimnya minor, pengembangan wakaf juga tak kalah produktif. Singapura misalnya, aset wakafnya, jika dikruskan, berjumlah S$ 250 juta. Untuk mengelolanya, Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) membuat anak perusahaan bernama Wakaf Real Estate Singapura (WAREES).
Mengapa Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ini tak mampu. Penulis yakin, masyarakat Islam Indonesia mampu melakukan, bahkan lebih dari itu, jika benar-benar serius menangani hal ini. Apalagi, pemberdayaan wakaf di Indonesia kini sudah diakomodir secara formal oleh peraturan perundangan yang sangat progresif dalam mengakomodir hukum fiqh yaitu UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaannya. Kalau begitu, sekarang tinggal action saja, kini BWI sudah berdiri (sejak 2007). Tinggal bagaimana memaksimalkan lembaga khusus independen yang menangani perwakafaan di Indonesia sebagaimana terdapat dalam amanat undang-undang (Bab VI, pasal 7, UU No. 41 tahun 2004)
Penulis
Sunarji Harahap, M.M.
Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dan Pengamat Ekonomi Sumut
Comments
This post currently has no comments.