MBG, StartNews – Masyarakat Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, tidak pernah lelah menuntut hak atas lahan yang dikelola PT Rendi Permata Raya, perusahaan perkebunan sawit dan produksi CPO (crude palm oil). Pada Rabu, 10 Mei 2023, ratusan warga kembali mendatangi kantor manajemen perusahaan yang sudah 18 tahun tak memberikan hak petani plasma sebagaimana amanat peraturan perundangan-undang.
Portal di gerbang menuju kompleks pabrik CPO milik PT Rendi Permata Raya ditutup. Besi bulat penutupnya dijaga aparat kepolisian dari Polres Kabupaten Mandailing Natal, para petugas berdiri di dalam kawasan aset perusahaan itu. Di luar kawasan, warga Singkuang 1 menyemut, membentuk gerombolan pengunjuk rasa. Ibu-ibu ambil bagian, berkumpul bersama ratusan warga lainnya, berhadap-hadapan dengan petugas kepolisian.
Di barisan depan, beberapa orang membentangkan spanduk yang isinya menuntut manajemen PT Rendi Permata Raya agar memberikan hak petani plasma yang tergabung dalam Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama (KPHSB). Di barisan belakang, seorang juru bicara menenteng mikrofon, menyampaikan tuntutan warga agar manajemen perusahaan memberikan hak warga atas 20% lahan HGU yang dikantongi PT Rendi Permata Raya.
“Kami tidak hanya unjuk rasa di sini, tapi juga di depan kantor DPRD Kabupaten Madina, dan di depan DPRD Provinsi Sumatra Utara,” kata juru bicara aksi lewat mikrofon yang digaungkan ke arah PT Rendi Permata Raya.
Menurut juru bicara, warga tidak mau lagi menerima janji-janji dan ingin kepastian dari pihak manajemen perusahaan. “Kalau perusahaan mendapat HGU atas lahan di kampung kami, seharusnya kami memperoleh 20% dari luas lahan itu. Kami tak menginginkan lahan di luar HGU perusahaan,” kata juru bicara.
Aksi unjuk rasa ini sudah dipersiapkan warga Desa Singkuang 1 jauh-jauh hari. Keputusan menggelar aksi disepakati lewat rapat terbuka yang dihadiri masyarakat Desa Singkuang saat lebaran Idulfirti 1444 H. Pengurus Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama, yang memotori aksi itu, berdiri di garis depan.
Ketua KPHSB, Sapihuddin, mengatakan aksi massa kali ini merupakan lanjutan aksi massa yang pernah dilakukan selama 19 hari menduduki areal perkebunan kelapa sawit milik PT Rendi Permata Raya. Aksi selama 19 hari yang membuat PT Rendi Permata Raya berhenti berproduksi itu, dihentikan sementara sesuai kesepakatan massa karena Ramadan dan persiapan Idulfitri.
Aksi massa Singkuang 1 selama 19 hari berbuntut pada penuntutan agar Bupati Madina M Jaffar Syukhari Nasution mencabut izin PT Rendi Permata Raya karena tidak memenuhi kewajibannya kepada masyarakat plasma selama 18 tahun. Namun, Bupati Madina selalu berkeyakinan bahwa PT Rendi Permata Raya akan memenuhi tuntutan massa, meskipun keyakinan Bupati Madina itu justru tidak seperti diharapkan masyarakat Singkuang 1.
PT Rendi Permata Raya melalui perwakilannya, menyanggupi memberikan lahan sebanyak 600 hektare kepada petani plasma tetapi lahan itu berada di luar wilayah Desa Singkuang 1, juga di luar wilayah Kecamatan Muara Batang Gadis. Keputusan PT Rendi Permata Raya ini didukung Bupati Madina meskipun masyarakat plasma menolak mengingat keputusan itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Masyarakat Singkuang 1 berharap, PT Rendi Permata Raya memberikan hak plasma sebanyak 20% dari lahan HGU yang dikuasainya, yang berlokasi di Desa Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis. Namun, akibat tidak terjadinya kesepakatan ini, Bupati Madina justru menuduh massa yang menggelar aksi telah ditunggangi pihak lain. Tuduhan itu membuat masyarakat menjadi kecewa terhadap Kepala Daerah, membuat kepercayaan masyarakat menjadi berkurang.
Sumber: www.sinartabagsel.web.id