Panyabungan, StartNews – Pucuk rotan atau disebut pakkat boleh dibilang salah satu makanan khas daerah Mandailing yang tren kemunculannya hanya di bulan puasa. Entah kenapa, peminat penganan sederhana ini selalu meningkat saat bulan Ramadan.
Banyak orang mengaku sengaja membeli pakkat bukan karena rasanya yang pahit, tapi karena khasiatnya. Pakkat juga dijadikan pembangkit nafsu makan saat berbuka puasa dan sahur serta obat maag.
Panganan pakkat yang berbentuk mirip bambu-bambu kecil dan berduri, bahannya dari pucuk tanaman rotan biasa. Pucuk rotan ini umumnya tumbuh liar di hutan-hutan dan tepi sungai.
Untuk menikmati pucuk rotan atau Pakkat ini tidak bisa mentah-mentah, melainkan setelah dibakar di atas bara api selama 15 menit atau sampai lembek.
Setelah selesai dibidang di atas bara api, kemudian kulit hitam dikupas dengan pisau atau tangan. Nah, daging pohon yang berwarna putih itulah yang disantap, yang berbentuk berlapis-lapis menyerupai rebung bambu.
Selain bisa disantap langsung sebagai lalapan, pakkat ini juga dapat dimakan dengan campuran cabai bawang dan kecap atau digulai.
Toguan Harahap, pecinta batang pohon rotan muda ini, mengaku doyan makan pakkat. Bahkan, setiap hari di bulan puasa dia membeli satu hingga tiga batang untuk dijadikan lalapan berbuka puasa.
Pakkat khas Mandailing ini sulit dijumpai melainkan pada saat bulan Ramadan. Setiap bulan puasa banyak pedagang pucuk rotan mendadak buka lapak di Jalan Jenderal Haris Nastution (Lintas Timur), Panyabungan.
Meski pahit, pucuk rotan ini dipercaya mampu menambah tenaga, mengobati darah tinggi, dan menguatkan otot.
Biasanya para pedagang menjual pucuk rotan seharga 5 ribu hingga 8 ribu rupiah per batang.
Reporter: Sir