Robohnya Kejeniusan Sosial

Mozaik Islam – Ajaran agama telah mengisyarahkan perlunya umat manusia memiliki kejeniusan sosial. Kejeniusan yang mendominasi pribadi sering kali dikagumi banyak orang. Padahal, belum tentu menjadi kecakapan yang menjamin kelangsungan kehidupannya. Tidak sedikit teman bercerita bahwa anak dan istrinya terhitung manusia cerdas. Tetapi, setelah dipersuasi dari dekat anak dan istrinya itu nampak bersikap cuek.

Membanggakan kecerdasan hanya pada level kecerdasan individual merupakan bentuk kegagalan salah didik. Dalam tataran sosial kehidupan, kegagalan salah didik dijumpai pada saat yang bersangkutan tumbuh dewasa.

Kecerdasan individunya tidak berefek pada  kepandaian merakit komunikasi sesama. Tumpul berbagi dan berkolaborasi bidang pekerjaan pada ketika mulai didesak menunaikan tugas profesinya dengan baik.

Ajaran agama telah mengisyarahkan perlunya umat manusia memiliki kejeniusan sosial dalam mengelola perubahan sosial kehidupan. “Barang siapa yang bersyukur kepada umat manusia”, sabda Nabi SAW, “Tuhan akan bersyukur pula pada mereka.” ( HR Bukhari).

Artinya umat manusia dididik untuk selalu bersyukur dalam arti menyambut dan beratensi atas kehadiran sesama dari mana dan apapun latar belakangnya.

Sikap syukur seperti ini penting dilakukan oleh setiap manusia agar Tuhan berterima kasih dengan cara  membantunya memudahkan jalan kejeniusan sosialnya  melakukan konsolidasi dan berkoloborasi dengan baik dalam setiap interaksi sosial.

Tidak sebaliknya, justru terjadi saling tidak welcome yang berujung umat salah kaprah dengan melakukan praktik-praktik yang menimbulkn konflik laten  antara sesama.

Akhir-akhir ini di tengah-tengah bangsa kita terlihat situasi amat mengenaskan. Seakan telah terjadi melorotnya kejeniusan sosial di kalangan yang notabenanya terpelajar.

Bahkan di antara mereka didapati juga para birokrat, pengamat politisi dan tokoh keagamaan. Para terpelajar yang bergelar doktor dan profesor nyaris tidak piawai memenej dirinya dengan sesama. Tidak tumbuh saling kerja sama demi kemajuan bangsanya, melainkan terjadi saling bully dengan diksi-diksi kasar dan tidak berkeadaban.

Kaum birokrat dan politisi yang sejatinya mengutarakan fakta-fakta kolobratif justru membalasnya dengan bahasa-bahasa menantang. Bahkan, munculnya buzzer-buzzer terpelajar seakan disuport dan dibiarkan menebarkan cela dan berita-berita provokatif. Ironisnya, para tokoh keagamaan juga ikut menumbangkan nalar kejeniusan sosialnya dengan cara menumpahkan pikiran-pikiran disharmoni di tengah umatnya.

Oleh karena itu, demi bangsa ini tidak berujung pada kehancuran, semua komponen bangsa hendaknya mawas diri agar tidak gampang menggunakan nalar pendek berdasarkan egoisme individualnya. Sementara nalar yang berbasis kejeniusan sosial dirobohkan tak bernyali memperkokoh persatuan bangsa.

Nauzubillah!

Sumber : republika.id

 

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...