Belum pernah MotoGP seheboh saat ini. Sepanjang dua minggu ini publik terus-terusan “haus”, meneguk dengan cepat setiap kucuran informasi tentang apa yang terjadi dan apa yang akan tercipta di akhir pekan ini.
Di Malaysia, ketika di lap ketujuh Valentino Rossi “terpaksa menjatuhkan” Marc Marquez, orang terkaget-kaget. Ini beneran terjadi? Di detik-detik Marquez “KO”, Sepang terdengar membahana oleh tepuk tangan dan orang-orang berdiri dari tempat duduknya. Apapun, siapapun yang terjatuh, itulah hiburan yang senantiasa “dicari-cari” penonton MotoGP.
Tapi, setelah berkali-kali adegan itu ditayangkan ulang, penonton seketika terhenyak. “Kegembiraan” melihat ada pebalap yang terjatuh langsung tergantikan dengan segenap tanda tanya. Lap demi lap terlalui, orang terus menunggu apa yang sesungguhnya terjadi: kenapa Marquez seprovokatif itu, kenapa Rossi bisa sedemikian terpancing, dan lain-lain, dan sebagainya.
Lap demi lap terlewati, orang seperti tidak terlalu memusingkan kemenangan Dani Pedrosa atau Jorge Lorenzo yang finis di peringkat kedua. Yang di belakang mereka-lah yang lebih seru untuk dibahas.
Dan perdebatan itu seketika memang dimulai. Pro-kontra mengalir deras sampai saat ini, seperti sinetron di Indonesia yang sulit diterka kapan habisnya. Dani Pedrosa yang cenderung netral, Lorenzo yang malah “memihak” Marquez, Honda yang keukeuh menyalahkan Rossi, Yamaha yang berhati-hati. Sejumlah rider, atlet cabang lain, selebritas apapun, ramai-ramai berkomentar.
Banyak yang kemudian membanding-bandingkan insiden itu dengan kisah Zinedine Zidane menanduk Marco Materazzi, atau Mike Tyson yang menggigit daun telinga Evander Holyfield. Tentang provokasi, frustrasi, harga diri, sampai nilai-nilai profesionalitas.
Wartawan Italia “mengepung” Marquez, ada petisi online segala untuk membebaskan Rossi dari hukuman. Dan macam-macam lagi, sampai-sampai kemenangan Lewis Hamilton di kancah Formula 1 tidak bergaung. “Drama” dia dengan Nico Rosberg pun — ceritanya, lempar-lemparan topi —, dianggap tidak lucu dan kurang layak digembor-gemborkan.
Rupa-rupa “pengandaian” dimunculkan supaya momen ini semakin seru. Mungkin saja, misalnya, sejumlah pebalap lain akan memberi kemudahan jalan buat Rossi untuk menyeruak ke depan lebih cepat, setelah dia tetap harus start dari posisi buncit pada balapan hari Minggu (8/11) lusa. Andre Iannone, Andrea Dovizioso, Danilo Petrucci, dan pebalap wild card, Michelle Pirro, adalah rider-rider Italia yang “patut dicurigai” bakal membantu Rossi.
Sebaliknya, jika pertarungan Rossi melawan Lorenzo (plus Marquez) adalah duel Italia melawan Spanyol, Rossi bahkan punya “musuh” yang cukup banyak untuk dia salip satu per satu dari belakang: Aleix Espargaro, Pol Espargaro, Maverick Vinales, Hector Barbera, dan Alvaro Bautista.
Putusan badan arbitrase olahraga internasional (CAS), yang tidak mengabulkan permintaan Rossi agar memberi putusan sela atas hukuman yang diterimanya di Sepang, sepertinya tidak terlalu mencairkan ketegangan menjelang balapan. Buktinya, race director sampai harus memanggil para pebalap secara tertutup kemarin. Sesi jumpa pers massal tetap ditiadakan. Rossi, Lorenzo, dan Marquez bergantian mengumpulkan wartawan untuk bertanya-jawab.
Sore ini para penunggang motor cepat itu akan mengeluarkan tunggangannya dari garasi masing-masing. Ada dua sesi latihan bebas yang mesti dilakukan, sebagaimana perhelatan ini memang sudah begitu dinanti-nantikan. Besok dan besoknya lagi, aksi-aksi dari mereka dipastikan takkan lepas dari pandangan, perhatian, dugaan, harapan, pujian, bahkan cibiran. Selamat untuk FIM (federasi motorsport internasional) dan Dorna (operator MotoGP), karena hajatan mereka sedang menyihir dunia.