MUSIK & INFORMASI SIANG – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengatakan 20 persen dari 103 sirene peringatan dini tsunami di Sumatera Barat rusak. Akibatnya, penduduk yang paling dekat dengan titik gempa tidak semuanya mendengar tanda peringatan terjadinya bencana.
Peringatan dini tsunami dengan status siaga meliputi Mentawai, Sumatera Barat; Nias, Sumatera Utara; Singkil, Aceh; dan Bengkulu utara. Willem meminta pemerintah daerah mendata lagi jumlah sirene yang tidak aktif. “Ini sangat penting untuk menyelamatkan manusia,” ujar dia kemarin.
Selasa lalu, lindu berkekuatan 7,8 skala Richter menggoyang Sumatera Barat. Pusat gempa berada di 682 kilometer barat daya Kepulauan Mentawai dengan kedalaman 10 kilometer. Gempa ini sempat memicu peringatan dini tsunami sebelum akhirnya direvisi.
Kepala BPBD Sumatera Barat I Pagar Negara membenarkan tak semua sirene berfungsi. Seperti di Kabupaten Agam, dari delapan sirene, yang berfungsi hanya enam. Di Kabupaten Pesisir Selatan ada delapan sirene, yang berfungsi hanya empat.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Padangpanjang, Ramhat Triyono, mengatakan peringatan dini tsunami sempat dikeluarkan dengan status siaga, diharapkan masyarakat menjauhi bibir pantai. Namun, kata Rahmat, banyak pemerintah daerah yang tidak menyalakan sirene peringatan dini.
Kepala Pusat Data dan Humas Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan sedikitnya 1.000 sirene untuk peringatan dini jika terjadi gempa. Sirene itu akan dipasang dari ujung Sumatera hingga kawasan Indonesia timur. Satu unit sirene akan berbunyi dengan radius mencapai 20 meter. Harga satu unit sirene sekitar Rp 100 juta, yang dipasang menggunakan sistem satelit dan terhubung langsung dengan BNPB. “Sirene harus dalam kondisi siap 24 jam.”
Sumber : Tempo.CO