Jakarta, StArtNews- Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2017 bertambah 6.900 jiwa. Dia menilai sistem ekonomi yang digunakan pemerintah sebagai akar masalah bertambahnya angka kemiskinan tersebut.
“Ini menjadi catatan penting bagi pemerintah dalam bidang ekonomi menyambut tahun 2018,” kata Heri Gunawan dalam rilisnya, Selasa (2/1/2017).
Dengan bertambahnya jumlah orang miskin itu, berarti jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2017 menjadi 22,77 juta jiwa (10,64 %).
“Sistem itu tidak hanya gagal mengentaskan kemiskinan, tapi juga memiskinkan. Pemerintah sering bersembunyi di balik statistik yang acuannya sering jadi polemik, sering salah tafsir, dan bahkan menyesatkan,” kata politisi dari Partai Gerindra ini.
Di sisi lain, menurut dia, angka ketimpangan masih bertengger pada kisaran 0,39 atau angka berstatus wapada. Dengan kata lain, sistem ekonomi yang dijalankan selama ini masih belum mampu menciptakan pemerataan.
Heri memaparkan, postur APBN yang terus defisit dari tahun ke tahun belum bisa diterjemahkan menjadi kesejahteraan bagi rakyat banyak. Faktanya, hanya 1 persen orang yang menguasai 39 persen pendapatan nasional. Hanya 2 persen orang yang menguasai lebih dari 70 persen tanah di Republik ini.
“Ekonomi kita tidak dinikmati oleh rakyat banyak. Angka di kuartal III yang mencapai 5,06 persen tak menggenjot daya beli, sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dari 4,95 persen menjadi 4,93 persen,” papar Heri.
Daya beli masyarakat yang tertekan juga berimbas pada penurunan kinerja industri ritel, yang hanya tumbuh 5 persen. Industri barang konsumsi kemasan hanya tumbuh 2,7 persen. Mengutip hasil survei Nielsen, mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR ini menyebutkan, pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir.
Ini menjadi bukti sistem ekonomi yang dijalankan pemerintah belum memenuhi amanat konstitusi untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Ambisi pemerintah membangun infrastruktur, Heri mengungkapkan, masih tercium di dalamnya jejak mengorbankan sektor lain. Bahkan, sebagian dibiayai lewat skema utang yang ujungnya berdampak pada defisit anggaran.
“Pemerintah harus sadar bahwa defisit cenderung meningkat. Penyebabnya, realisasi belanja rata-rata tumbuh di kisaran 5 persen. Sementara realisasi pendapatan negara hanya tumbuh di kisaran 3 persen. Pemerintah harus prudent mengelola belanja dan utang. Apalagi, kelihatannya pemerintah akan menggantungkan sepenuhnya pembiayaan pembangunan dari sektor keuangan,” pungkas Heri. (Saparuddin Siregar)