Panyabungan, StartNews – Konflik petani plasma Desa Singkuang I dengan PT Rendi Permata Raya yang tak kunjung berujung, kini memantik komentar para politisi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Keberadaan PT Rendi belakangan ini kerap menjadi topik diskusi.
Bahkan, masalah yang dibahas pun tidak lagi menyangkut kemauan manajemen PT Rendi memberikan 20 persen dari luas areal hak guna usaha (HGU) yang dikuasainya untuk kebun plasma. Akan tetapi, fokusnya mulai melebar ke masalah luas lahan yang sesungguhnya dikuasai PT Rendi.
Ketua DPC PPP Madina Muhammad Irwansyah Lubis, misalnya, mempertanyakan luas lahan izin usaha perkebunan (IUP) PT Rendi yang dulunya hanya 4.350 hektare. Sementara lahan inti yang masuk HGU seluas 3.750 hektare. Sehingga, ada sisa lahan 600 hektare yang tidak masuk HGU.
Irwansyah mengatakan IUP yang dipegang PT Rendi terbit sampai jadi HGU rentang tahun 2005-2009. “Bagaimana ceritanya sisa yang 600 hektare itu. Sekarang siapa yang menguasai? Seharusnya dulu ini yang pas di-plotting untuk lahan plasma dan dari awal sudah dibangun bersamaan dengan kebun inti,” katanya.
Menanggapi pernyataan Irwansyah itu, Ketua DPD Partai Ummat Madina As Imran Khaitami Daulay justru menduga adanya skandal agraria di tubuh PT Rendi. Untuk itu, Imran mendorong bupati Madina agar berani membongkar dugaan skandal agraria itu.
“Pak Bupati, kita harapkan punya keberanian untuk membongkar dugaan skandal agraria di tubuh PT RPR,” katanya.
Imran membeberkan, informasi mengenai luas lahan dan peruntukannya itu yang sejak dulu simpang siur. “Jadi, kalau untuk meluruskan masalah, sebaiknya bupati punya keberanian mengupas habis persoalan ini. Jangan mau dialihkan pembicaraan seolah membangun plasma di luar areal IUP adalah solusi terbaik,” tegasnya.
Imran juga mengusulkan agar luas lahan IUP PT Rendi diukur ulang. Jika benar 3.750 hektare yang tersedia, kata dia, maka perlu direvisi IUP dan 20 persen lahannya diplot untuk plasma. “Hitung nilai perkiraan keuntungan peserta plasma, terhitung sejak inti mulai berproduksi,” katanya.
Tentang peserta plasma, menurut Imran, dapat diinventarisasi lewat dokumen awal persetujuan pola inti-plasma.
Soal dugaan ‘skandal agraria’, menurut Imran, boleh saja dipandang tidak penting untuk dibahas. Namun, selama tidak ada revisi terhadap luas izin yang diterbitkan, kata dia, secara hukum administrasi akan tetap muncul permasalahan yang menjadi ruang terbuka berbagai dugaan.
“PT RPR juga perlu memberi penjelasan kepada public, kenapa selama ini tidak keberatan dengan isi IUP yang ia kantongi berbeda dengan hasil pengukuran di lokasi,” kata mantan Ketua DPRD Madina ini.
Mengenai persoalan tersebut, Administratur PT Rendi Ir. Eko Ashari yang dikonfirmasi melalui percakapan WhatsApp yang terkirim pada Senin (27/3/2023), tetapi hingga berita ini ditayangkan belum memberi tanggapan.
Reporter: Rls