Gerakan Pemuda (GP) Ansor mendesak pemerintah untuk membersihkan ‘virus’ radikalisme di semua lini masyarakat, termasuk di sejumlah instansi pemerintah sendiri.
“Pemetaan yang kami lakukan, sebagian besar instansi pemerintahan menjadi tempat menyemai bibit intoleran dan radikalisme,” kata Komandan Densus 99 Barisan Ansor Serbaguna (Banser) PP GP Ansor M Nuruzzaman di Jakarta, Kamis 17 Mei 2018.
Ia mencontohkan teroris yang ditangkap di Riau, mengaku memperoleh dana dari pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Nuruzzaman mengatakan, mayoritas masjid di instansi pemerintah menjadi ladang menyemai paham intoleran dan cenderung radikal.
“Berdasarkan data pemetaan kami, masjid di Kementerian Keuangan, BI, Pertamina, PLN, Telkom sudah terpapar. Masjid di kampus IPB, ITB, UI, dan lainnya. Termasuk juga masjid di kepolisian,” katanya seperti dikutip Antara.
Bahkan, lanjut Nuruzzaman, banyak anggota polisi yang sudah tertarik dengan ideologi Islam transnasional. Dia menambahkan, yang juga perlu diwaspadai adalah banyak birokrat atau Aparatur Sipil Negara (ASN) telah terpapar paham dan ideologi intoleran dan radikal.
“Para ASN bisa kita amati di media sosial, banyak yang tidak percaya terhadap aksi teroris di beberapa tempat belakangan ini,” katanya.
Dikatakan, kalau pemerintah menutup mata maka selangkah lagi negara ini akan masuk ke jurang perang saudara.
“Maka harus serius, kalau mau menangani terorisme mulai dari hulu atau akarnya sampai hilir. Jangan hanya melakukan penindakan pada pelaku teror saja, tapi juga membersihkan akarnya. Nah, ini momentum bersih-bersih virus intoleransi dan radikalisme di tengah kehidupan kita,” katanya.
Selanjutnya, kata Nuruzzaman, pemerintah juga harus melakukan mitigasi dengan cara mendorong pengesahan revisi UU Antiterorisme dan melakukan pemetaan potensi terorisme dan radikalisme di Indonesia. Pemetaan dilakukan berdasarkan wilayah, tokoh, dan potensi kekerasan di daerah.
Selain itu, deradikalisasi bagi pelaku dan keluarga pelaku harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh agar mereka bisa kembali ke jalan yang benar.
“Langkah ini kami sebut sebagai postradikalisme. Bagaimana membimbing pelaku atau keluarga pelaku agar kembali ke kehidupan yang benar. Ini berat,” kata Nuruzzaman.
Sumber : Liputan6.Com