Pojook Redaksi- NEGERI ini pernah disuguhi ‘nyanyian’ seorang terpidana korupsi bernama Muhammad Nazaruddin dan publik menikmatinya. KPK tak kalah menikmatinya karena nyanyian mantan politikus Partai Demokrat itu membantu mereka menelusuri lebih dalam kasus-kasus korupsi yang tengah diusut.
Bahkan informasi kasus korupsi baru, yang sebelumnya belum terendus, juga muncul dari ‘lagu-lagu’ yang terus dinyanyikan Nazaruddin. Setelah era itu, ada mantan anggota Komisi V DPR asal PDI Perjuangan, Damayanti Wisnu Putranti. Meski tak senyaring Nazaruddin, nyanyian Damayanti cukup bertaji mengungkap keterlibatan sebagian besar anggota Komisi V DPR dalam kasus suap proyek infrastruktur.
Sekarang publik merindukan nyanyian seperti itu lagi. KPK juga membutuhkan nyanyian sekeras itu. Namun, kini tak banyak ‘penyanyi’ yang selantang Nazaruddin dan semerdu Damayanti. Hampir tak ada yang sama blakblakannya mereka. Tersangka dan terpidana korupsi ‘zaman now’ lebih banyak diam.
Mungkin mereka tahu banyak soal siapa dan pihak mana saja yang tersangkut kasus yang sama, tetapi memilih menyimpan nyanyian itu dalam hati. Entah karena takut, sungkan, atau barangkali sudah ditutup mulutnya, mereka rela sendirian dalam sepinya jeruji ketimbang membuka kasusnya lebar-lebar.
Mereka memilih diam daripada menyeret pihak lain, yang mungkin kolega mereka, dalam pusaran kasus tersebut. Sesungguhnya, saat ini kita sangat berharap kepada Setya Novanto untuk bisa menjadi ‘penyanyi’ dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik yang telah menjeratnya.
Kita tahu lilitan kasus rasywah berskala mega ini sudah menjalar ke mana-mana, dari birokrat hingga politisi dan swasta, tetapi masih secuil yang terungkap. Novanto sangat punya kapasitas untuk menjadi penyanyi itu. Ia yang merupakan mantan Ketua Umum Partai Golkar dan mantan Ketua DPR pastilah ‘orang kuat’.
Logikanya, tidak mungkin ia takut, tak bakal dia sungkan, dan tak ada pihak yang berani menutup mulutnya untuk berbicara, berceloteh, bernyanyi sekencang-kencangnya, semerdu-merdunya. Apalagi, Novanto pun sebetulnya sudah mengajukan kepada KPK untuk menjadi justice collaborator dalam kasus tersebut.
Bukankah salah satu syarat menjadi justice collaborator ialah mengakui kejahatan yang dilakukannya serta siap memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga dapat mengungkap kasus dan pelaku lainnya? Karena itu, tidak ada alasan bagi Novanto untuk tidak bernyanyi.
Panggung untuk Novanto bernyanyi sebagai justice collaborator pasti akan disiapkan KPK jika memang ia mau terbuka, tak menutup-nutupi fakta saat diperiksa penyidik KPK ataupun ketika menjadi saksi di pengadilan. Inilah kesempatan dia untuk mendapatkan vonis pengadilan yang lebih ringan sebagai ‘insentif’ menjadi justice collaborator.
Dari sudut pandang lain, keterbukaan itu mungkin juga akan menjadi ruang bagi Novanto untuk menebus kesalahannya di mata publik dengan semua drama sakit dan penangkapannya yang amat menjengkelkan. Maka, ungkaplah semuanya, Novanto. Tak perlu ragu, menyanyilah dengan sekencang-kencangnya, semerdu-merdunya.
Sumber : editorialmediaindonesia.com