Pojok Redaksi- Debat perdana calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tinggal tiga hari lagi. Debat itu ditunggu-tunggu masyarakat karena pasangan calon 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan pasangan calon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno akan berhadap-hadapan membahas masalah hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.
Jauh-jauh hari sebelum debat digelar, pasangan calon sudah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Apalagi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengagendakan lima kali debat dalam rentang waktu Januari hingga April. Debat perdana akan digelar pada 17 Januari.
Persiapan diri tidak hanya menyangkut pendalaman substansi materi debat. Tim sukses kedua pasang calon juga serius membenahi teknis penampilan, seperti gaya komunikasi, pemilihan diksi, dan bahasa tubuh kandidat. Mereka mempersiapkan diri karena ajang debat kali ini dianggap sebagai momentum penentu untuk meningkatkan elektabilitas masing-masing.
Disebut momentum penentu karena debat diyakini dapat memperkukuh basis dukungan tiap pasangan calon, terutama dukungan pemilih loyal biar mereka tidak beralih ke lain hati.
Debat dapat pula memikat pemilih mengambang (swing voters) dan mereka yang belum menentukan pilihan (undecided voters). Mereka belum bisa menentukan pilihan karena selama masa kampanye yang berjalan empat bulan sejak 23 September 2018, pernyataan kandidat yang didapat hanya sepotong-sepotong. Kampanye selama ini berjalan riuh menjauhi substansi. Pada debat nanti, pemilih dapat melihat substansi ide dan gagasan kandidat secara utuh.
Jumlah pemilih mengambang dan pemilih yang belum mengambil keputusan, berdasarkan survei terbaru Indikator, berada di kisaran 25%. Elektabilitas Jokowi-Ma’ruf sebesar 54,9%, sedangkan Prabowo-Sandiaga 34,8%. Survei digelar pada 16-26 Desember lalu dengan 1.220 responden dan margin of error plus minus 2,9%.
Berdasarkan hasil survei itu, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa pemenang Pilpres 2019 ada di tangan pemilih mengambang dan pemilih yang belum menentukan pilihan. Dengan kata lain, debat bisa menentukan tingkat keterpilihan. Karena itu, pasangan calon hendaknya mengetahui persis karakteristik mereka.
Pemilih mengambang dan pemilih yang belum menentukan pilihan pada umumnya ialah orang-orang yang berpendidikan. Cara merebut perhatian kelompok itu ialah memberi data, fakta, dan argumen yang masuk akal. Karena itu, dalam debat nanti, pasangan calon jangan lagi menawarkan pesimisme disertai data abal-abal, tapi menyodorkan narasi optimisme dengan data akurat.
Debat selama 90 menit itu akan terdiri atas dua sesi pertanyaan, yaitu sesi terbuka pertanyaan panelis yang kisi-kisinya sudah disampaikan terlebih dahulu ke kedua pasangan calon, serta pertanyaan tertutup yang diajukan antarkandidat. Pertanyaan tertutup pasti menarik untuk ditonton.
Pertanyaan tertutup itu diharapkan menjadi salah satu tolok ukur bagi penonton dalam menilai kualitas setiap pasangan calon. Adu argumen dalam debat pertanyaan tertutup dan spontanitas menjawab dari pasangan calon diharapkan mampu menjadi tontonan menarik karena sejumlah televisi menyiarkan secara langsung.
Dari sisi jangkauan, televisi bisa diakses sekitar 85% pemilih. Karena itu, para kandidat jangan menyia-nyiakan kesempatan karena publik menunggu inovasi mereka selama debat. Pemilih tentu saja mempertimbangkan program-program yang berkualitas dan realistis. Pilihan juga ditentukan gesture dan gaya bahasa pasangan calon selama berdebat.
Terus terang, pemilih merindukan kampanye yang berkualitas. Pemilih ingin disuguhi program yang realistis, bukan program yang bombastis disertai informasi bohong. Apalagi, kampanye selama ini lebih banyak bermain-main di wilayah sensasi jika dibandingkan dengan substansi.
Debat diharapkan mampu mengembalikan sukma kampanye sebagai pendidikan politik bagi rakyat. Karena itu, para kontestan tetap menjaga kesantunan dan keadaban selama debat berlangsung. Jangan lupa, pemilih itu cerdas, ia tidak mau dikadali dengan debat yang hanya mengeksploitasi emosi tanpa mengindahkan etika dan adab.
Sumber : mediaindonesia.com