Calon gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok didakwa dengan pasal alternatif pada sidang perdana dugaan penistaan agama Al-Quran di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), Selasa (13/12/2016).
Dakwaan itu disampaikan alias dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan. JPU berpendapat Ahok terbukti menistakan agama Islam sesuai dengan isi pidatonya di Kepulauan Seribu.
Pasal alternatif yang disangkakan itu adalah, Pasal 156 a KUHP yang ancaman hukuman lima tahun penjara, dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
Lengkapnya:
Pasal 156: “Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara”.
Pasal 156a: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sidang Ahok ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto di eks Jakpus, Jl Gadjah Mada, Selasa (13/12/2016).
Usai didakwa, Ahok mengaku mengerti dakwaan tersebut secara bahasa dan langsung membacakan nota pembelaan atas tudingan penistaan agama Islam.
Pada saat awal membaca lembaran yang dipegangnya, Ahok masih bicara lantang dan lugas. Namun, dia tiba-tiba suara Ahok serak. Ia menangis. Ia bahkan tersedat-sedat membacakan pembelaan karena sesekali membasuh air matanya dengan tisu yang diberikan penasehat hukumnya.
“Saya tegaskan pernyataan tersebut bukan dimaksudkan untuk menafsirkan surat Al Maidah dan bukan untuk menghina agama Islam dan ulama,” kata Ahok, Selasa (13/12/2016).
Dalam pembelaannya, Ahok membacakan sebuah kutipan dari buku yang ditulisnya pada tahun 2018. Buku tersebut berjudul ‘Berlindung Dibalik Ayat Suci.
Ahok membacakan kutipan dalam bukunya, lebih dan kurangnya berbunyi seperti ini;
Selama karier politik saya dari masuk partai sampai mengikuti pemilihan bupati hingga gubernur. Ada ayat yang dijadikan pemecah, yang digunakan oknum politik yang tidak bisa bersaing. mereka berlindung di balik ayat suci alquran. Isinya mengajak rakyat untuk tidak memilih kaum nasrani untuk menjadi pemimpin.
Dia melanjutkan, meski lahir dari orang tua yang non muslim, sejatinya dia akrab dengan muslim karena orang tua angkatnya disebutnya sebagai muslim yang taat.
“Saya seperti orang yang tidak berterima kasih jika saya menista agama Islam,” kata Ahok.
Hal tersebut diungkapkannya, karena menista agama bagi Ahok, sama saja menghina keluarga angkatnya tersebut.
Sumber : sumut.pojoksatu.id
Editor : Hanapi Lubis