Ekonomi Islam Membangun Bangsa

Ekonomi Islam Membangun Bangsa

Ekonomi Islam Membangun Bangsa

OpiniEkonomi Islam merupakan salah satu jawaban dari bagaimana visi Islam direalisasikan, proses realisasi visi Islam adalah mewujudkan ekonomi Islam dalam bentuk realitas. Proses mewujudkan ekonomi Islam menjadi sebuah realitas dapat dilihat dari dua wujud yang saat ini sudah berkembang, yaitu wujud teori ekonomi Islam dan praktik ekonomi Islam.

Ada dua kekuatan besar yang mempengaruhi kehidupan dunia, yaitu ekonomi dan agama. Terintegrasikannya dua kekuatan ini dalam satu wadah ekonomi Islam adalah merupakan penyatuan kembali bahwa kehidupan ini berhulu dan bermuara pada satu, yaitu Allah SWT (tauhīd). Secara prinsip tauhid adalah menekankan kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran dan pengetahuan serta kesatuan hidup atas dasar dan menuju Allah SWT. Dalam pemahaman Islam seharusnya tidak ditemukan kontradiksi antara dua hal, yang apalagi mempengaruhi pribadi-pribadi muslim menjadi pribadi yang pecah (split personality).

Dinamika ekonomi islam harus dapat menyesuaikan dan menjawab semua perkembangan ekonomi global saat ini. Ekonomi islam harus tampil sebagai ekonomi terdepan / terkuat dunia khususnya di Indonesia. Dewasa ini kehidupan ekonomi telah menjadi standar kehidupan individu dan kolektif suatu negara-bangsa. Keunggulan suatu negara diukur berdasarkan tingkat kemajuan ekonominya. Ukuran derajat keberhasilan menjadi sangat materialistk. Oleh karena itu, ilmu ekonomi menjadi amat penting bagi kehidupan suatu bangsa.

Sementara itu perkembangan ekonomi Islam akhir-akhir ini begitu pesat, baik sebagai ilmu pengetahuan maupun sebagai sebuah sistem ekonomi telah mendapat banyak sambutan positif di tingkat global. Sehingga  dalam tiga dasawarsa ini mengalami kemajuan, baik dalam bentuk kajian akademis di Perguruan Tinggi Negeri maupun swasta, dan  secara praktik operasional.

Sistem Keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam. Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus sudah sampai kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam ádalah terbebas dari unsur riba. Kontrak keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah mekanisme syirkah  yaitu :  musyarakah  dan mudharabah (bagi hasil).

Perkembangan ekonomi Islam adalah salah satu harapan untuk mewujudkan visi Islam tersebut. Perkembangan ekonomi Islam adalah salah satu harapan untuk mewujudkan visi Islam tersebut.Perkembangan ini juga dapat ditandai dengan berkembangnya ekspansi industri perbankan dan keuangan syariah belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, pegadaian syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Demikian pula di sektor riil, seperti  Hotel Syariah, Multi Level Marketing Syariah, Wisata Syariah dsb.

Ekonomi Islam yang ada sekarang, teori dan praktik, adalah hasil nyata dari upaya operasionalisasi bagaimana dan melalui proses apa visi Islam tersebut dapat direalisasikan. Walau harus diakui bahwa yang ada sekarang belum merupakan bentuk ideal dari visi Islam itu sendiri. Bahkan menjadi sebuah ironi, sebagian umat Islam yang seharusnya mengemban visi tersebut, bukan berburuk sangka. Hikmah didirikannya ekonomi islam pun sangat banyak, salah satunya praktek ekonomi islam ini mengajarkan pada kita bahwa perbuatan riba itu adalah perbuatan dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah SWT dan mengajarkan pada kita agar menjauhi perbuatan tersebut. Selain itu ekonomi islam juga sebagai wadah menyimpan dan meminjam uang secara halal dan diridhoi oleh Allah SWT.

Ekonomi Islam adalah satu bentuk integral dalam mewadahi, Prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam berasal dari ayat Al-Qur’an : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Pemikiran dan aktivitas ekonomi syariah di Indonesia akhir abad ke-20 lebih diorientasikan pada pendirian lembaga keuangan dan perbankan syariah. Salah satunya adalah gerakan koperasi yang dianggap sejalan atau tidak bertentangan dengan syariah Islam. Oleh karena itu, gerakan koperasi mendapat sambutan baik oleh kalangan santri dan pondok pesantren. Gerakan koperasi yang belum sukses disusul dengan pendirian bank syariah yang relatif sukses. Walaupun lahirnya kedahuluan oleh Philipina, Denmark, Luxemburg dan AS, akhirnya Bank Islam pertama di Indonesia beroperasi dengan nama Bank Mu’amalat pada tahun 1992. Jalannya Operasional bank Islam di Indonesia hari demi hari semakin kuat karena beberapa faktor: 1) adanya kepastian hukum perbankan yang melindunginya; 2) tumbuhnya kesadaran masayarakat manfaatnya lembaga keuangan dan perbankan syariah; 3) dukungan politik atau political will dari pemerintah. Akan tetapi, kelahiran bank syariah di Indonesia tidak diimbangi dengan pendirian lembaga-lembaga pendidikan perbankan syariah.

Maraknya perbankan syariah di tanah air tidak diimbangi Belum Islamisasi para pelaku ekonomi secara individual dan secara material. Maka tidak heran jika transaksi perbankan syariah tidak terlalu beda dengan transaksi bank konvensional hanya saja ada konkordansi antara nilai suku bunga dengan nisbah bagi hasil. Bahkan terkadang para pejabat bank tidak mau tahu jika nasabahnya mengalami kerugian atau menurunya keuntungan. Mereka “mematok” bagi hasil dengan rate yang benar-benar menguntungkan bagi pihak bank secara sepihak.

Munculnya praktek ekonomi Islam di Indonesia pada tahun 1990-an yang dimulai dengan lahirnya Undang-undang No. 10 Tahun 1992 yang mengandung ketentuan bolehnya bank konvensional beroperasi dengan sistem bagi hasil. Kemudian pada saat bergulirnya era reformasi timbul amandemen yang melahirkan UU No 7 Tahun 1998 yang memuat lebih rinci tentang perbankan syariah. Undang-undang ini mengawali era baru perbankan syari’ah di Indonesia, yang ditandai dengan tumbuh pesatnya bank-bank syari’ah baru atau cabang syari’ah pada bank konvensional. Maka praktek keuangan syari’ah di Indonesia memerlukan panduan hukum Islam guna mengawal pelaku ekonomi sesuai dengan tuntunan syari’at Islam. Perkembangan berikutnya, MUI sebagai payung dari lembaga-lembaga organisasi keagamaan (Islam) di Tanah Air menganggap perlu dibentuknya satu badan dewan syariah yang bersifat nasional (DSN) dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank-bank syariah. Hal ini untuk memberi kepastian dan jaminan hukum Islam dalam masalah perbankan syariah sejak diberlakukannya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang memberikan peluang didirikannya bank syariah.

DSN-MUI sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2005 telah banyak mengeluarkan fatwa-fatwa tentang ekonomi Islam (mu’amalah maliyah) untuk menjadi pedoman bagi para pelaku ekonomi Islam khususnya perbankan syari’ah. Dalam metode penerbitan fatwa dalam bidang mu’amalah maliyah diyakini menggunakan kempat sumber hukum yang disepakati oleh ulama suni; yaitu Al-Quran al Karim, Hadis Nabawi, Ijma’ dan Qiyas, serta menggunakan salah satu sumber hukum yang masih diperselisihkan oleh ulama; yaitu istihsan, istishab, dzari’ah, dan ‘urf.

Dalam proses penerbitan fatwa diperkirakan mempelajari empat mazhab suni, yaitu imam mazhab yang empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali disamping pertimbangan lain yang bersifat temporal dan kondisional. Oleh karena itu, perlu mengkaji secara seksama dan perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sifat fatwa-fatwa MUI dalam bidang ekonomi Islam dari segi metode perumusannya, sisi ekonomi di sekelilingnya dan respons masyarakat terhadap fatwa-fatwa itu.

Di Indonesia, atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia bersama kalangan pengusaha muslim sejak 1992 telah beroperasi sebuah bank syari’ah, yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang sistem operasionalnya mengacu pada No. 72 tahun 1992 tentang bank bagi Hasil. Pada tahun 1998, disahkan Undang-undang RI No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Secara legal, perbankan syari’ah telah diakui sebagai subsistem perbankan nasional.

Di tengah dinamika tumbuh dan berkembangnya lembaga keuangan syari’ah, pada tahun 1997 krisis ekonomi datang menerjang memporak-porandakan sistem perbankan nasional. Pada Oktober 2001, laporan Majalah Investasi terjadi lagi satu bank konvensional yang dibekukan atau Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU). Dari 240 bank sebelum krisis, kini hanya tinggal 73 bank swasta yang dapat bertahan tanpa bantuan pemerintah. Keadaan ini berbalik dengan lembaga keuangan syari’ah yang berkembang secara pesat adalah antara lain bank syari’ah, BPRS dan BMT. Bank Syari’ah berkembang berdampingan dengan bank-bank konvensional. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya Bank BNI Syari’ah, Bank Syari’ah Mandiri , Bank Bukopin Syari’ah, Bank Danamon Syari’ah, BII Syariah. Di samping itu berkembang juga lembaga keuangan syari’ah yang bersifat mikro, yang bergerak di kalangan ekonomi bawah, yaitu BMT (Baitul Maal wat-Tamwil).

Semakin meningkatnya minat masyarakat dengan ekonomi perbankan secara islami, ekonomi islam mendapat tantangan yang sangat besar pula. Setidaknya ada tiga tantangan yang harus dihadapi, yaitu: Pertama, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuanganya. Kedua, bagaimana sistem ekonomi islam dapat meningkatkan dan menjamin atas kelangsungan hidup dan kesejahteraan seluruh umat, dapat menghapus kemiskinan dan pengangguran di Indonesia ini yang semakin marak, serta dapat memajukan ekonomi dalam negeri yang masih terpuruk dan dinilai rendah oleh negara lain. Dan yang ketiga, mengenai perangkat peraturan; hukum dan kebijakan baik dalam skala nasional maupun dalam skala internasional. Untuk menjawab pertanyaan itu, perlu adanya membangun jaringan kerja sama dalam mengembangkan ekonomi islam di Indonesia baik secara akademis maupun secara praktek untuk menjalankan pendapat dan aksinya secara bersama-sama, baik dalam penyelenggaraan kajian melalui forum-forum ilmiah ataupun riset, maupun dalam melaksankan pengenalan tentang sistem ekonomi islam kepada masyarakat luas. Dengan cara seperti itu, maka InsyaAllah segala ujian yang diberikan dapat dipikirkan dan ditemukan solusinya secara bersama sehingga pergerakannya bisa lebih efektif dalam pembangunan ekonomi seluruh umat.

Harus diakui bahwa perkembangan ekonomi islam merupakan bagian penting dari pembangunan ekonomi bangsa dan juga mayoritas muslim, Indonesia harus tampil sebagai tolak ukur dalam perkembangan ekonomi islam , Indonesia global player ekonomi syariah. Perkembangan ekonomi Islam adalah wujud dari upaya menerjemahkan visi Islam rahmatan lil ‘alamin, kebaikan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi alam semesta, termasuk manusia di dalamnya. Tidak ada penindasan antara pekerja dan pemilik modal, tidak ada eksploitasi sumber daya alam yang berujung pada kerusakan ekosistem, tidak ada produksi yang hanya berorientasi untung semata, jurang kemiskinan yang tidak terlalu dalam, tidak ada konsumsi yang berlebihan dan mubadzir, tidak ada korupsi dan mensiasati pajak hingga trilyunan rupiah, dan tidak ada tipuan dalam perdagangan dan muamalah lainnya. Dalam kondisi tersebut, manusia menemukan harmoni dalam kehidupan, kebahagiaan di dunia dan insya Allah di kehidupan sesudah kematian nantinya.

 

*) Sunarji Harahap,  M.M.

Penulis Adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara / Pengamat Ekonomi Syariah

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...