START NEWS – SUMUT – Melemahnya permintaan dari negara konsumen utama dan ditambah adanya oversupply atau peningkatan stok, membuat harga karet pada awal tahun 2016, jatuh ke level terendah dibandingkan 2015 lalu. Pada bursa karet di Singapura untuk jenis karet TSR20, harga pengiriman bulan Februari 2014 tercatat hanya US$2,08 per kg dan pengiriman Maret sebesar US$2,09 per kg. Sementara pada tahun lalu, harga pengiriman Februari masih mencapai US$2,88 per kg dan Maret, sebesar US$2,67 per kg. |
Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara (Sumut), Edy Irwansyah mengatakan kepada reporter start fm melalui telpon seluler dan akun facebook musly joss start pada kamis pagi 11 februari 2016.
Dikatakan edy Irwansyah , harga karet sulit naik karena menurunnya permintaan dari konsumen utama, termasuk China. “Buyer asal China memangkas pembelian cukup tinggi karena konsumsi di sana turun karena adanya kekhawatiran pelemahan yang lebih dalam atas pertumbuhan ekonominya. Ditambah lagi jelang Tahun Baru Imlek, investor China mulai menarik diri dari pasar. Di sisi lain, stok karet di Shanghai pada bulan ini meningkat 1,8% menjadi 160.260 ton,” katanya, tadi pagi melalui telepon seluler dan akun facebook musly joss start (reporter start fm) Data Gapkindo, harga karet untuk pengiriman bulan Februari 2016 yang berada di level US$2,08 per kg memang merupakan titik terendah. Sebab, harga minimum pada tahun 2014 jauh di atasnya, yaitu US$2,21 per kg pada bulan Juni dan Agustus. Menurut Edy, sebenarnya ada satu kondisi yang bisa menahan derasnya penurunan harga karet yakni protes anti-pemerintah di Thailand. Namun ternyata aksi tersebut tidak juga mendongkrak harganya meski sudah terjadi penurunan produksi periode Januari-Februari 2016 sebesar 10-20%. “Faktor utama penyebab harga karet anjlok memang karena supply dan demand yang tidak seimbang di pasar,” ucapnya. Apabila pekan ini harga di bawah US$2 per kg, maka petani karet di Sumut diperkirakan kian banyak mencari pekerjaan lain atau paling buruk tidak memiliki pekerjaan karena hasil penjualan karetnya tidak akan mencukupi kebutuhan harian. “Sejak tahun lalu saja, sudah banyak yang mulai mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalau tahun ini harga di bawah US$2 per kg, dipastikan akan semakin banyak petani yang terancam,” kata Edy. Mengatasi hal ini, ujar Edy, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mendongkrak harga yaitu mengatur penjualan. Dengan begitu diharapkan supply dan demand bisa seimbang. Untuk itu perlu ada kesepakatan dengan pabrik selaku produsen SIR. Kesepakatan ini tidak hanya di Indonesia tetapi juga harus dengan pabrik di tingkat ASEAN. Seperti diketahui, pada pertengahan Desember tahun lalu, Gapkindo memutuskan akan memangkas produksi karet sebesar 10% di tahun 2016 dengan tujuan mengikis stok dan mengerek harga karet. Dan Sumut sebagai salah satu penghasil karet terbesar menyumbang pemangkasan produksi 50.000 ton tahun 2016 ini. Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian dan Pertambangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, Fitra Kurnia, mengatakan, penurunan harga karet memang tidak bisa dihindarkan karena perekonomian masih lesu di negara buyer. “Meski sudah ada pemangkasan produksi karet, namun harganya masih sulit naik. Memang salah satu upaya menaikkan harganya mengurangi stok. Tapi jika kondisi ekonomi buyer belum stabil, akan tetap sulit,” di katakannya. Menurut Fitra, melemahnya permintaan buyer juga mempengaruhi ekspor karet Sumut. Berdasarkan data Surat Keterangan Asal (SKA) Disperindag Sumut, ekspor karet alam sepanjang 2015 mencapai US$609,27 juta dengan volume 239.300 ton. Capaian ini turun 9,2% dari tahun 2014 yang sebesar US$671 juta dan volume 208.300 ton. “Industri otomotif di China kan cukup pesat pertumbuhannya namun seiring pelemahan ekonomi, industri itu juga turut merevisi target produksinya sehingga permintaan karet menurun,” katanya. Begitu juga dengan Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa yang belum pulih perekonomiannya meski sudah ada stimulus anggaran, namun tetap saja negara itu belum memiliki kepercayaan diri untuk menaikkan target ekonomi. Reporter: musly Joss Start |