MUSIK & INFORMASI SIANG – Wacana pemerintah untuk menerapkan hukuman kebiri terhadap pelaku perkosaan ditentang kalangan ulama Islam. Mereka mengusulkan diterapkannya hukuman “pengasingan” bagi pelaku agar bisa memperbaiki diri dan tak lagi menjadi ancaman.
Ketua Robithoh Ma’ahid Al Islamy (RMI), asosiasi pondok pesantren Nahdlatul Ulama, Reza Ahmad Zahid mengatakan wacana menghidupkan kembali hukuman kebiri kepada pelaku perkosaan tidak akan mengubah sikap ulama untuk menentang. “Sebab Islam tidak mengatur soal kebiri,” kata Gus Reza, sapaan akrabnya kepada Tempo, Rabu 11 Mei 2016.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri ini menjelaskan pemerintah memang memiliki otoritas membuat dan memberlakukan hukum positif atas pelaku kejahatan. Namun penyusunan tersebut tetap harus memperhatikan kaidah hukum agama dan tak boleh menabraknya.
Ketentuan Islam, kata Gus Reza, melindungi setiap umat manusia untuk memiliki keturunan. Menurut dia hak yang telah diberikan Tuhan tersebut tidak bisa dihilangkan oleh manusia dengan alasan apapun. Karena itu dia meminta Presiden Joko Widodo mempertimbangkan kembali wacana hukuman kebiri jika ingin mengatur kejahatan seksual di Indonesia.
Meski demikian, Gus Reza sependapat jika kejahatan ini telah masuk kondisi luar biasa yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Dia mengusulkan dilakukan pemberatan hukuman kepada pelaku kejahatan seksual yang selama ini memang tergolong rendah. “Jika perlu, ditambah lagi dengan pengasingan,” katanya.
Pengasingan yang dimaksud adalah hukuman tambahan yang diberikan kepada pelaku kejahatan setelah menjalani hukuman badan di penjara. Setelah mendapat pembekalan mental dan spiritual yang cukup di lapas, pelaku ditempatkan di pulau asing agar bisa memperbaiki diri dan berinteraksi dengan warga setempat. Dalam kondisi tersebut, diyakini pelaku akan berusaha membangun citra diri baru yang positif tanpa stigma sebagai pelaku kejahatan.
Gus Reza berpendapat hukuman pengasingan ini sangat memungkinkan dilakukan bersamaan dengan program transmigrasi untuk mengatasi kepadatan populasi masyarakat. Sehingga para pelaku kejahatan ini akan bisa mandiri dan memulai kehidupan baru tanpa menjadi ancaman baru di lingkungannya.
Aktivis Lembaga Perlindungan Anak Kota Kediri Ulul Hadi mengaku sependapat dengan penolakan hukuman kebiri. Dia justru khawatir pelaku akan melakukan upaya balas dendam atas hukuman itu dengan melakukan kejahatan serupa. “Toh berbuat cabul tidak harus menggunakan kelamin,” katanya.
Dia berharap pemerintah bisa merevisi sanksi pidana bagi pelaku perkosaan ini dengan memperberat menjadi hukuman seumur hidup atau mati. Sanksi ini akan lebih pantas untuk menjaga rasa aman masyarakat dari potensi munculnya kembali kejahatan mereka di masa yang akan datang.