Peran DPS Pada Lembaga Keuangan Syariah

Peran DPS Pada Lembaga Keuangan Syariah

Foto : Penulis, Sunarji Harahap, M. M.

Peran DPS pada Lembaga Keuangan Syariah

Opini – Pesatnya perkembangan bisnis keuangan di Indonesia menjadikan banyak persaingan dalam dunia bisnis islam, perkembangan itu meliputi  sektor perbankan, asuransi, pasar modal dan jasa keuangan syariah lainnya. Penerapan sistem syariah pada produk keuangan sudah banyak diminati sejak beberapa tahun belakangan. Bahkan, sistem syariah dapat dijadikan potensi bagi Indonesia untuk mewujudkan perekonomian yang lebih baik dengan menerapkan instrumen zakat, infak, dan sedekah.

Sistem ekonomi syariah memiliki potensi untuk mensejahterakan rakyat berkat penerapan konsep yang jujur, adil, dan bertanggung jawab. Selain itu, unsur yang harus dipenuhi dalam kegiatan ekonomi syariah ini adalah pelarangan Riba (bunga), Maysir (perjudian/ untung-untungan) dan Gharar (ketidakpastian).  Untuk lebih meningkatkan khidmah dan memenuhi harapan umat yang demikian besar, MUI pada februari 1999 telah membentuk Dewan Syariah Nasional (DSN). Lembaga ini yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha‟) serta ahli dan praktisi ekonomi, terutama sektor keuangan, baik bank maupun non-bank, berfungsi untuk melaksanakan tugas-tugas MUI dalam mendorong dan memajukan ekonomi umat. Disamping itu mereka bertugas antara lain untuk menggali, mengkaji, merumuskan nilai dan prinsip hukum Islam (Syariah) untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di Lembaga Keuangan Syariah.

Di Indonesia, fatwa ulama mengenai produk dan jasa keuangan syariah diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional. Kemudian untuk mengawasi pelaksanaan pemberian produk dan jasa keuangan oleh lembaga keuangan Dewan Syariah Nasional akan menunjuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk tiap lembaga keuangan yang bersangkutan, badan ini menjadi badan independen untuk mengawasi, menjamin seluruh produk, jasa layanan,  operasional dan praktik Lembaga Keuangan Syariah ( LKS) agar tetap konsisten dan berpegang teguh kepada prinsip prinsip syariah. Sedangkan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) wajib memberikan fasilitas kepada DPS guna mendukung kinerja pengawasan syariah untuk melaksanakan tugas, wewenang dan tanggungjawab selaku DPS, antara lain: 1. Mengakses data dan informasi yang diperlukan terkait dengan pelaksanaan tugasnya serta mengklarifikasikannya kepada manajemen Bank. 2. Memanggil dan meminta pertanggungjawaban dari segi syariah kepada manajemen Bank. 3. Memperoleh fasilitas yang memadai untuk melaksanakan tugas secara efektif. 4. Memperoleh imbalan sesuai dengan aturan perseroan.

Dalam hal ini perlu adanya peran DPS dengan posisinya sangat strategis didalam menerapkan prinsip-prinsip syariah di lembaga keuangan syariah adalah : 1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah, 2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN. 3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran. 4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6 tahun 2004 pasal 27, tugas, wewenang, dan tanggung jawab dewan pengawas syariah adalah : 1. Memastikan dan mengawasi kesesuian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN. 2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank. 3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank. 4. Mengkaji jasa dan produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN. 5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap enam bulan kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia. Secara yuridis, Dewan Pengawas Syariah (DPS) di lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena keberadaannya sangat penting dan strategis.

Semakin kompleknya permasalahan yang dihadapi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) saat ini menuntut semakin sigapnya DSN-MUI terhadap inovasi- inovasi produk yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini untuk memajukan dan meningkatkan pertumbuhan LKS di tanah air. Perbankan syariah dalam aktivitas operasionalnya harus menjalankan fungsinya dengan baik, sesuai dengan ketentuan perbankan yang berlaku dan sesuai pula dengan prinsip syariah. Untuk menjamin terlaksananya prinsip syariah dalam aktivitas perbankan syariah terdapat salah satu pihak terafiliasi yaitu Dewan Pengawas Syariah sebagai pihak yang memberikan jasanya kepada bank syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS).

Dewan Pengawas Syariah inilah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas informasi tentang kepatuhan pengelola bank akan prinsip syariah. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyebutkan bahwa bank syariah harus memiliki 3 orang Dewan Pengawas Syariah (DPS). Peranan DPS sangat strategis dalam praktik kepatuhan syariah pada institusi perbankan syariah di Indonesia.

Dalam kamus bahasa Indonesia kata “dewan” adalah badan yang terdiri beberapa orang yang pekerjaanya memutuskan sesuatu dengan jalan berunding. Pengawasan secara etimology lughawi berarti riqabah makna lughawi penjagaan, penyelenggaraan dan pemantauan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 1, Sesungguhnya Allah senatiasa mengawasi kalian. Pengawasan dalam pengertian istilah syariah bermakna pemantauan (isyraf), pemeriksaan (muraja’ah) dan investigasi (fahsh) bertujuan untuk menjaga manfaat (mura’at maslahah) dan menghindari kehancuran (idra’ mafsadah). Istilah pengawasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari perkataan awas yang bermaksud memberi perhatian dilihat dengan baik, dalam arti melihat sesuatu dengan teliti dan menyeluruh, kegiatan yang tidak lebih daripada memberikan laporan berdasarkan realitas sesungguhnya apa yang diawasi. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut controlling diterjemahkan dengan istilah pengawasan dan pengendalian, yang merupakan salah satu bagian terpenting dari prinsip manajemen. Pengendalian berasal dari kendali, supaya membayangkan pengendalian langsung, kegiatan perbaikan yang salah dan meluruskan arah yang benar. Sedangkan “syariah” adalah segala titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia di luar yang mengenai akhlak. Syariah juga bisa diartikan sebagai nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliah. Dewan pengawas syariah adalah lembaga independen atau hakim khusus dalam fiqh muamalat (Fiqh Al-Muamalat). Namun DPS bisa juga anggota diluar ahli fiqh tetapi ahli juga dalam bidang lembaga keuangan Islam dan fiqh muamalat. Dewan pengawas syariah lembaga yang berkewajiban mengarahkan, meriview, dan mengawasi aktivitas lembaga keuangan agar dapat diyakinkan bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah Islam.

Pelanggaran terhadap kepatuhan syariah yang dibiarkan oleh DPS atau luput dari pengawasan DPS, jelas akan merusak citra dan kredibilitas bank syariah di mata masyarakat, sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada bank syariah. Bank syariah sebagai pengumpul dan pendistributor dana publik harus memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dalam masyarakat dan dalam dunia usaha. Reputasi ini bukanlah satu hal yang mudah, tetapi harus diusahakan dengan penuh disiplin dan bersungguh-sungguh. Apabila amanah telah dicapai, upaya untuk mempertahankan status ini juga bukan hal yang mudah. Satu hal kecil yang dapat menggugat keyakinan dan, selanjutnya, akan berubah menjadi bencana.

Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan salah satu bagian penting dari institusi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia. Kedudukan dan fungsinya secara sederhana hanya diatur dalam salah satu bagian dalam SK yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berkenaan tentang susunan pengurus DSN-MUI. Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN. Jumlah anggota DPS tersebut telah memenuhi ketentuan apabila sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tanggal 29 Januari 2009 yang menetapkan bahwa anggota DPS sekurang-sekurangnya sebanyak 2 (dua) orang dan maksimal sebanyak 50% dari jumlah Direksi, atau bagi Bank Muamalat sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang.

Tanggung jawab dewan pengawas syariah dalam masalah kepatuhan syariah adalah memberikan opini atas kepatuhan syariah dari bank syariah serta memberikan arahan, petunjuk, dan pelatihan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap prinsip syariah kepada manajemen bank syariah. Sedangkan tanggung jawab atas pelaksanaan kepatuhan syariah berada di pihak manajemen bank syariah. Shari’a review bukan merupakan tanggung jawab manajemen, tetapi juga tidak membebaskan manajemen dari kewajiban untuk melaksanakan semua transaksi berdasarkan syariah. Manajemen bank syariah bertanggung jawab untuk memberikan semua informasi yang berkaitan dengan kepatuhan syariah kepada dewan pengawas syariah, Aktivitas shari’a review dalam praktek pengawasan internal syariah oleh DPS terbagi menjadi dua bagian yaitu aktivitas ex ante auditing dan ex post auditing. Untuk aktivitas shari’a review ex ante auditing antara lain :

  1. Menetapkan standar kepatuhan syariah;
  2. Menetapkan sistem dan prosedur operasional;
  3. Mereview kebijakan dan keputusan manajemen;
  4. Menetapkan produk bank.

Sedangkan aktivitas shari’a review ex post auditing yang dilaksanakan DPS dalam menjalankan fungsi pengawasan syariah antara lain :

  1. Menentukan indikator kepatuhan syariah;
  2. Menentukan lingkup pengawasan syariah;
  3. Merencanakan mekanisme penilaian kepatuhan syariah;
  4. Menilai kepatuhan syariah atas kinerja manajemen;
  5. Tindak lanjut atas temuan syariah;
  6. Melaporkan hasil penilaian kepatuhan syariah.

Laporan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada dasarnya mencakup informasi yang diberikan oleh anggota-anggota dewan mengenai praktik perbankan yang tidak bertolak belakang dengan ajaran agama islam. Biasanya laporan DPS ini disampaikan bersamaan dengan laporan tahunan bank. Bentuk dari laporan DPS ini tidak sama antara satu bank dengan bank lainnya walaupun masih dalam cakupan negara yang sama karena mempunyai mekanisme operasinal yang berbeda-beda.

DPS harus melakukan empat pemeriksaan laporan keuangan bank Islam. Pertama, DPS memastikan bahwa formula yang digunakan untuk mengalokasikan profit antara shareholder dan pemegang akun investasi adalah adil dan sejalan dengan rekomendasi yang diberikan oleh DPS. Kedua, DPS mengonfirmasikan bahwa semua penerimaan bank Islam berasal dari transaksi yang  sah sesuai hukum. Jika bank Islam mendapat penerimaan ini tidak sesuai hukum Islam, DPS akan menyatakan bahwa penerimaan ini tidak boleh dimasukkan dalam profit yang dialokasikan untuk shareholder dan pemegang akun investasi. Ketiga, DPS memastikan agar zakat dihitung dengan benar, dilaporkan secara transparan dan didistribusikan secara merata kepada penerima zakat. Keempat, DPS bertanggung jawab menyatakan opini bank Islam dalam menjalankan peran sosialnya di lingkungan masyarakat.

Peran vital dewan pengawas syariah di Indonesia, dalam praktik di lapangan saat ini, belum optimal. Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia bekerjasama dengan Ernst dan Young tahun 2008 bahwa salah satu masalah utama dalam pelaksanaan manajemen risiko dalam perbankan syariah adalah peran DPS yang belum optimal terhadap praktik kepatuhan syariah sehingga dapat mengakibatkan rusaknya citra dan kredibilitas bank syariah, hal ini akan dapat mempengaruhi penilaian masyarakat, dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah, kelemahan Dewan Pengawas Syariah yaitu: 1. DPS hanya digunakan sebagai objek pelengkap dalam sebuah lembaga perbankan syariah yang ada, struktur dapat diisi tanpa kriteria yang khusus berbasis keahlian; 2. Anggota DPS dilantik dan diberikan gaji oleh bank syariah yang diawasinya, menjadikannya kurang bebas dan tidak objektif dalam pengawasan; 3. Anggota DPS adalah orang-orang yang sibuk dengan profesi utamanya, jadi ia tidak memiliki waktu yang cukup untuk menjalankan pengawasan, sehingga pengawasan terhadap perbankan syariah hanya dilakukan sebagai pekerjaan sambilan; 4. DPS tidak ada kebebasan untuk bertindak tegas terhadap hasil pengawasannya. DPS hanya dapat memberikan peringatan tetapi tidak boleh menutup usaha perbankan yang bermasalah, maka pengawasan oleh DPS cenderung diabaikan; 5.  Kelemahan taraf sah bagi penilaian kepatuhan syariah oleh DPS karena ketidakefektifan dan ketidakefisienan mekanisme pengawasan syariah dalam perbankan syariah; 6. Terbatasnya kemahiran DPS dalam hal audit, akuntansi, ekonomi, dan hukum bisnis; 7. Tidak adanya mekanisme dan struktur kerja efektif DPS dalam menjalankan fungsi kontrol internal syariah di bank syariah; 9. Masih terdapat banyak kasus pelanggaran prinsip-prinsip syariah yang dilakukan oleh institusi perbankan syariah, terutamanya bank-bank yang konversi ke syariah atau membuka Unit Usaha Syariah.

Berbagai hal yang demikian dapat mempengaruhi proses pengawasan dan menghasilkan pengawasan yang membingungkan, yang hanya sekadar formalitas. Hal tersebut tidak memberikan perlindungan kepada pengguna bank agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Semua transaksi di perbankan syariah harus dipantau secara optimal oleh DPS yang merupakan lanjutan dari DSN untuk meluruskan kesalahan yang terjadi dalam operasional perbankan syariah. Guna mendukung pengawasan yang baik maka di bank-bank syariah disediakan formulir aplikasi produk syariah yang benar-benar sesuai prinsip syariah yang telah ditetapkan oleh DSN. Dilihat peran DPS di Indonesia pada saat ini lebih banyak berperan sebagai penasehat syariah bagi manajemen, alat komunikasi dan marketing bagi bank syariah, dan sebagai legislator produk bank syariah. Fungsi pengawasan terhadap proses operasional yang merupakan aktivitas shari’a review ex post auditing jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan oleh DPS, karena aktivitas shari’a review terfokus pada aktivitas ex ante auditing. Salah satu alternatif untuk mengoptimalkan peran dewan pengawas syariah dalam bank syariah di Indonesia adalah dengan mengembangkan fungsi pendukung dewan pengawas syariah berupa staf yang memadai untuk membantu DPS melaksanakan tugas-tugas pengawasan.

 

Sunarji Harahap, M. M.

Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara / Penulis Aktif Harian Waspada / Pengamat Ekonomi

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...