Panyabungan, StartNews – Wajah Desa Adianjior di Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), kini berubah menjadi ‘Desa Galundung’. Pasalnya, usaha galundung untuk menggiling bebatuan yang mengandung bijih emas kini menjamur di desa ini.
Menjamurnya usaha galundung itu berkaitan dengan maraknya aktivitas penambangan emas ilegal (PETI) di wilayah Kecamatan Hutabargot. Jarak Desa Adianjior dengan lokasi tambang emas ilegal di kaki bukit itu memang tidak terlalu jauh. Sehingga, desa ini menjadi lokasi strategis untuk mendirikan usaha galundung.
Kondisi saat ini, ada sekitar 20 usaha galundung yang aktif beroperasi di Desa Adianjior. Jumlah ini terus bertambah. Sebab, saat ini ada sepuluh usaha galundung lagi yang sedang dibangun. Pertambahan ini dampak makin banyaknya warga yang terlibat aktivitas penambangan emas ilegal di Madina, khususnya di Hutabargot.
Nurdin, misalnya, mengaku sudah sepuluh tahun menggeluti usaha galundung di Desa Adianjior. “Akhir-akhir ini banyak orang yang berhasil mendapat batu sere (bijih emas) dari tambang. Jumlah batu yang diturunkan dari Hutabargot juga makin banyak, sehingga kebutuhan terhadap jasa galundung untuk mengolah batu mengandung emas makin tinggi,” katanya, Senin (20/1/2025).
Nurdin menjelaskan setelah batu hasil tambang ditumbuk, proses selanjutnya adalah digalundung, yakni mencampurnya dengan cairan kimia untuk menangkap bijih emas. Kemudian, batu hasil tambang yang sudah digalundung ditampung dan disaring dengan kain tipis untuk mendapatkan bijih emas.
“Sebagian besar batu yang diproses berasal dari Desa Hutabargot, yang dikenal sebagai sumber batu sere (batu emas) yang akhir-akhir ini banyak menghasilkan,” katanya.
Untuk menumbuk batu hasil tambang dikenakan biaya Rp20 ribu per karung. Sementara proses pemencetan tidak dikenakan biaya alias gratis.
“Biaya pemencetan bergantung pada pemilik batu. Jika batu tersebut menghasilkan emas, biasanya pemilik batu akan memberikan sebagian hasilnya sebagai upah,” ujar Nurdin.
Nurdin memabngun usaha galundungnya di di atas tanah milik pribadi. Nurdin mempekerjakan beberapa warga Desa Adianjiaor di usaha galundung itu. “Saya tidak tahu di tempat lain, tapi kalau di usaha galundung saya, semua pekerjanya warga Adianjior,” ujar Nurdin.
Sejauh ini, kata Nurdin, belum ada masyarakat yang protes terhadap kegiatan galundung di desa tersebut. Pasalnya, lokasi usaha galundung berada di tempat yang tidak ramai penduduk. Bahkan, banyak tanah kosong yang bisa dimanfaatkan. “Sejauh ini, tidak ada masyarakat yang protes,” ungkapnya.
Reporter: Nur Adawiyah/STAIN Madina