Tokoh Kita-Dalam catatan sejarah, Abdul Karim Oei Tjeng Hien merupakan perintis Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Organisasi inilah yang berperan besar atas penyebaran agama Islam di kalangan Tionghoa sejak dibentuknya pada tahun 1961.
Karim Oei juga merupakan salah satu tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bersama dengan Soekarno dan Buya Hamka. Dalam dunia politik, Karim Oei dikenal juga sebagai anggota DPR (1956-1959) yang mewakili kaum Tionghoa. Ia juga merupakan ketua Partai Masyumi Bengkulu (1946-1960).
Karim Oei lahir pada 06 Juni 1905 di Padang dengan nama masa kecil Oei Tjeng Hien. Karena orangtuanya meninggal, Oei kecil diasuh oleh kakak iparnya sejak usia 2 bulan. Sejak kecil ia tumbuh besar dalam asuhan dengan pendidikan dan budaya Tionghoa. Ia memulai pendidikan formalnya di Hollandsch Chineesche School. Setelah ia menamatkan pendidikannya ia mengikuti berbagai kursus, salah satunya kursus dagang.
Karim Oei masuk islam setelah ia mempelajari beberapa agama, termasuk agama kristen yang sebelumnya ia anut. Ia menganut Islam setelah mempelajari agama Islam di Bengkulu pada tahun 1926. Menjadi seorang Muslim dikalangan etnis Tionghoa merupakan tantangan yang cukup besar.
Ia menjadi minoritas diantara minoritas. Ia disebut inlander, kelas paling rendah dibanding kelas etnisnya sendiri pada masa itu. Disisi lain Ia mempunyai saudara baru, umat islam di seluruh Hindia Belanda. Dorongan untuk belajar Islam ia buktikan dengan aktif dalam organisasi keislaman Muhammadiyah.
Setelah Indonesia merdeka, Karim Oei sukses memimpin beberapa perusahaan, antara lain pabrik kaos Asli 777, Komisaris Utama BCA, Direktur Utama Asuransi Central Asia, PT Mega milik bersama Hasan Din, ayahanda Ibu Fatmawati) yang mengimpor cengkeh dan lain-lain.
Di bidang keagamaan dia tetap aktif di Muhammadiyah dan pada tahun 1961 membentuk PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia). Kemudian pada tahun 1972 organisasi dakwah di kalangan etnis Tionghoa ini sementara diganti menjadi Pembina Iman Tauhid lslam.
Karim Oei meninggal dunia pada 14 Oktober 1988 di usia 83 tahun. Ia meninggalkan 3 orang anak. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman umum Tanah Kusir, berdekatan dengan Maemunah Mukhtar, istrinya yang wafat pada tahun 1984.
Dalam rangka mengenang jasa dan perjuangan Karim Oei, beberapa tokoh organisasi kemasrayakatan, yaitu NU, Muhammadiyah, KAHMI, Al-Washliah, ICMI, dan beberapa tokoh muslim Tionghoa mendirikan sebuah Yayasan Haji Karim Oei (YHKO) sebagai pusat informasi Islam khususnya bagi kalangan etnis Tionghoa pada tahun 1991. Yayasan tersebut mendirikan dan mengelola Masjid Lau Tze yang terletak di daerah Pecinan Jakarta dan daerah Sumur Bandung. (zal)
Sumber: merahputih.com
Editor : Hendra Ray