Puncak Sorik Marapi, StArtNews-Haidar merupakan salah seorang korban yang terkena gas beracun di sektor Wallpad T, sumur pengeboran perusahaan pembangkit listirik tenaga panas bumi (PLTPB) PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP), Desa Sibanggor Julu Kecamatan Puncak Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal.
Peristiwa malapetaka itu menewaskan lima orang warga Desa Sibanggor Julu dan puluhan lainnya harus menjalani perawatan intensif karena menghirup gas beracun.
Haidar kepada StArtNews menuturkan pada Senin (25/1) tengah hari, ia mulai masa memanen cabai di kebun miliknya, di Desa Sibanggor Julu. Mula-mula ia mendengar seperti suara jet penanda gas telah dilepas.
Tak lama berselang Haidar tiba-tiba merasa sesak dengan mata yang terasa perih. Kemudian ia sempat tak sadarkan diri di dalam parit saat akan mencuci muka. Setelah siuman, lamat-lamat ia mendengar suara rintihan dan pekik teriakan minta tolong lamat-lamat dari kebun karet yang berada di seberang ladangnya.
Dengan nafas yang masih sesak dan terengah-engah, Haidar bangkit, berlari dan melihat tubuh bergelimpang di tengah persawahan. Haidar semakin kalut berlari mengitari pematang sawah yang kemudian mengarah ke jalan sekaligus jalur pipa yang terhubung ke Wellpad Tango milik Sorik Marapi yang berada di pundak gunung api aktif Sorik Marapi itu.
Saat mencapai pos pengamanan perusahaan multi nasional itu. Haidar sadar bahwa ayahnya masih berada di kebun, ia berusaha kembali ke kebun, tapi ia kemudian pingsan di pos tersebut. Setelah siuman, Haidar mendengar keriuhan warga yang datang ke lokasi Wallpad meminta agar pelepasan gas segera ditutup oleh pekerja.
Ia juga merasa lega melihat ayahnya selamat dan baru kembali dari kebun.
Situasi saat itu, kenang Haidar, penuh kepanikan, amarah dan mencekam. Namun, ia tetap bangkit dan pulang ke rumah, tapi ia kembali jatuh setiba di rumah. Saat sadar, Ia sudah berada di RSUD Panyabungan dengan selang oksigen terpasanga di hidungnya bersam puluhan korban lainnya dengan kondisi serupa.
Haidar ketika dihubungi StArtNews satu minggu usai insiden naas itu mengungkapkan ada 3 jenis gas yang keluar; putih kehitam-hitaman, putih, dan putih bening (seperti semprotan air). Putih bening ini yang terbang merendah, dibawa angin serta terlihat menggumpal dan ketika terhirup napas terasa tertahan di kerongkongan dan perut seperti dipompa angin.
Haidar mengisahkan melanjutkan meski masih trauma, ia tetap harus ke kebun untuk melihat kondisi kebun miliknya. Namun, saat tiba di kebun ia kembali kecewa karena banyak tanaman yang rusak diduga akibat gas beracun itu. Termasuk sebagian dari kebun cabainya yang berjumlah 4.700 batang.
Haidar saat ini masih di Rumah Sakit Umum Panyabungan dan dalam penanganan medis setelah sebelumnya menunjukkan gejala keracuna gas H2S beberapa hari yang lalu.
Selain Haidar Zulhamdi (31), Zulhamdi yang turut mendampingi wartawan beberapa waktu lalu menunjukkan lokasi korban gas beracun di tempat yang disebut “Ladang Kematian” itu.
Zulhamdi yang turut turut serta melakukan evakuasi tubuh para korban yang terserak di sana merinci beberapa lokasi korban meninggal. Jarak sekitar 200 meter ke barat daya Wallpad, ada tubuh Dahni. Di tenggaranya tepat di bawah pohon enau, ada dangau tempat Yusniar dan Kayla Zahra, dua balita yang meninggal dunia akibat gas beracun. Sementara agak ke bawah (kontur persawahan di lokasi berbentuk lereng-red) ada tubuh Suratmi dan anaknya Syahrani. Sementara korban yang pingsan menyebar di atas persawahan.
Zulhamdi mengatakan, posisi persawahan iti sendiri berada lebih tinggi daripada Wallpad penyebar gas beracun itu yang dipisahkan oleh pagar besi. Namun dari arah sawah, jelas terlihat kondisi dan aktivitas di dalam lingkungan Wallpad.
Tepat di batas itu tanah milik keluarga Zulhamdi. Ibunya saat itu turut menjadi korban dan harus dirawat.
“Itu kerukannya, masih tanah kami. Belum ada ganti ruginya sampai sekarang ini,” kata Zulhamdi waktu itu.
Reporter: Hasmar Lubis
Editor: Hanapi Lubis