Hardiknas, Status PNS Guru Honorer Jadi Sorotan

Hardiknas, Status PNS Guru Honorer Jadi Sorotan

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Rabu 2 Mei, menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk menyoroti kembali nasib tenaga pendidik terutama para guru yang masih berstatus honorer.

Sejumlah guru honorer K2 menuntut pemerintah agar mengangkat mereka menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pada demo Hari Buruh atau May Day, Selasa (1/5) kemarin. Mereka turun ke jalan karena merasa sudah belasan tahun mengabdi menjadi pendidik, tetapi belum mendapat kejelasan status.

Belum lagi soal gaji guru honorer yang dinilai terlampau kecil. Viral di media sosial beberapa hari belakangan, sebuah slip gaji guru mata pelajaran Fiqih yang hanya menerima Rp35 ribu per bulan dengan total enam jam mengajar setiap pekan.

Koordinator Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyarankan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan dinas pendidikan di level provinsi/kabupaten/kota untuk memastikan mekanisme pengangkatan guru honorer didasarkan pada kebutuhan, bukan bersifat subjektif. Termasuk, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Pemerintah juga dituntut melakukan pendataan yang valid terkait jumlah guru yang dibutuhkan dengan ketersediaan jumlah guru di lapangan.

Kemendikbud tahun ini telah berencana mengangkat guru ASN (aparatur sipil negara), termasuk memberi kesempatan bagi guru honorer untuk ikut seleksi. Akhir Maret 2018 lalu, Mendikbud Muhadjir Effendy meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Asman Abnur agar membuka lowongan 100 ribu calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk guru.

Menurut Muhadjir, hal itu menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah kekurangan guru, sekaligus membuka kemungkinan mengangkat guru honorer. Direktur Pembinaan Guru Kemendikbud Anas Adam sementara itu mendapat laporan terakhir bahwa Kemenpan RB hanya akan membuka lowongan untuk 80 ribu guru tahun ini, itu pun gabungan guru PNS dan honorer. Namun, angka tersebut memang masih belum final.

“Guru PNS kita sesuai formasi yang diberikan Menpan-RB dan usulan kabupaten/kota, (data) belum kumpul semua karena yang berhak usulkan adalah kabupaten/kota,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (2/5).

Anas tak menampik soal kecilnya gaji guru honorer di beberapa wilayah. Anas menyebut angka besaran gaji itu mutlak tergantung dari anggaran belanja pegawai APBD masing-masing daerah.

“Itu gaji digaji oleh kabupaten/kota. Angkanya bervariasi. Ada yang memberikan sesuai UMP (upah minimum provinsi), ada yang kurang, itu tergantung kemampuan daerah masing-masing,” kata Anas.

“Keluhan mereka Rp250ribu sampai Rp300 ribu,” ujarnya melanjutkan.

Kemendikbud, kata Anas, pernah berharap guru honorer digaji sesuai UMP daerah masing-masing. Masalahnya, tidak semua guru honorer itu mengajar sesuai jam yang dibutuhkan. Dari standar 24 jam per minggu, kadang guru honorer hanya mengajar dua sampai empat jam per minggu.

“Metode gaji per bulan, tetapi standarnya 24 jam per minggu. Di bawah itu, ada daerah yang gajinya per jam. (Metode gaji) belum seragam, sesuai kemampuan daerah masing-masing,” kata Anas.

Menyikapi hal ini, Kemendikbud sebagai pemerintah pusat menyarankan pemerintah daerah (pemda) mengadakan pemerataan guru. Menurutnya, gaji kecil disebabkan karena tidak meratanya sebaran guru, yakni ada daerah yang kelebihan maupun kekurangan guru. Dengan saling menutupi kebutuhan guru, tidak akan banyak guru honorer yang harus digaji.

“Misalnya mereka harus menggaji 1000 orang, ternyata dengan 500 orang bisa meningkat gajinya. Itu yang kami inginkan terjadi. Pemerataan kami dorong” kata Anas.

Sumber : CNN Indonesia

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...