Oleh : Sunarji Harahap, M.M.
Indonesia Is Key Player Global Halal (Momentum Isef 2018)
Opini- Halal kini sudah menjadi trend di dunia. 1/3 populasi dunia adalah Muslim. Islam menjadi salah satu agama terbesar yang paling cepat berkembang di dunia, saat ini mencapai 1,8 Milyar orang. Berbicara tentang halal belakangan ini tidak hanya booming di masyarakat muslim saja, tetapi sudah menjadi urusan banyak kalangan. Banyak negara maju di Asia, Eropa dan Amerika, telah mengkonsentrasikan diri pada bidang halal.
The 5th Indonesia Shari’ah Economic Festival (ISEF) telah selesai digelar pada 15 Desember 2018, yang digelar selama 5 hari yakni 11 Desember hingga 15 Desember 2018 Grand City Surabaya. Festival ekonomi dan keuangan syariah terbesar di Indonesia yang merupakan kerjasama Bank Indonesia dengan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) tersebut mengangkat tema “Strengthening National Economic Growth : The Creation of Halal Value Chains and Innovative Vehicles”. Tema yang sangat menarik kali ini tentunay Memperkuat Ekonomi Nasional: Penciptaan Rantai Nilai Halal dan Inovatif menyampaikan pesan kuat yakni pemberdayaan dan percepatan pengembangan ekonomi syariah. ISEF 2018 diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia , perwujudan ekonomi nasional yang lebih adil dan merata, sejalan dengan harapan ke depan untuk menjadikan Indonesia sebagai key player global dalam berbagai sektor industri halal.
Upaya penyempurnaan fase awal penerapan blueprint pengembangan ekonomi syariah yang difokuskan pada pembentukan fondasi yang kuat didukung dengan terbentuknya infrastruktur yang memadai guna mewujudkan national halal value chain. Pada periode tahun-tahun berikutnya, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah akan memasuki fase kedua dalam bentuk “Penguatan strategi dan program ekonomi keuangan syariah”. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, sejak blueprint pengembangan ekonomi syariah ini kita implementasikan, komitmen bersama lintas instansi dalam payung KNKS semakin baik, utamanya dalam rangka mewujudkan pemberdayaan ekonomi syariah, peningkatan alternatif pembiayaan didukung dengan instrumen keuangan komersial dan sosial syariah serta optimalisasi pengembangan ekonomi syariah yang berbasis kajian dan riset.
Pagelaran acara ISEF tahun 2018 yang dilaksanakan dalam bentuk 3 kegiatan utama, yaitu Sharia Economic Forum, Sharia Fair dan Business Matching. Selama lima hari berturut-turut, ISEF 2018 melibatkan berbagai elemen termasuk pondok pesantren, akademisi, perbankan dan instansi terkait dengan pengunjung dan/atau peserta dari dalam dan luar negeri seperti Turkmenistan, Australia, Bosnia, Nigeria dan berbagai negara lainnya.
Sebagai bentuk riil dukungan ISEF 2018 terhadap pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, dilaksanakan pula business matching yang merupakan ajang pertemuan bisnis antara pelaku UMKM dengan calon investor atau lembaga keuangan syariah yang potensial. upaya dari semua pihak sehingga komitmen transaksi dalam business matching selama penyelenggaran acara ISEF telah berhasil mencapai angka yang memuaskan senilai kurang lebih Rp 7,01 Triliun. Komitmen transaksi tersebut diantaranya kesepakatan kerjasama sindikasi perbankan syariah dengan PT Jakarta Toll Road Development senilai Rp 2 triliun serta akad dan komitmen pembiayaan syariah UUS Bank DKI dengan 6 debitur senilai Rp 2,4 triliun.
Untuk di Jawa Timur, ISEF 2018 telah menghasilkan sejumlah langkah nyata pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dengan memfasilitasi pemberian sertifikasi halal untuk 100 UMKM , fasilitasi business matching dalam rangka perluasan pasar ekspor UMKM Jawa Timur dengan total nilai 3 Miliar rupiah, pelatihan ekspor bagi UMKM, Sertifikasi Dewan Pengawas Syariah khususnya untuk koperasi syariah dan BMT, serta fasilitasi peningkatan kapasitas nadzir untuk wakaf.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI mencatat, permintaan produk halal dunia mengalami pertumbuhan sebesar 6,9 persen. Hitungan itu, diperkirakan terus bertambah sejak 2013 dengan total nilai USD1,1 triliun menjadi USD1,6 triliun pada 2018. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan wisata halal mengingat sebagian besar penduduknya adalah Muslim dan adanya faktor pendukung seperti ketersediaan produk halal. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, secara alami budayanya telah menjalankan kehidupan bermasyarakat yangIslami, sehingga disebagian besar wilayahnya yang merupakan destinasiwisata telah ramah terhadap Muslim Traveller. Terkait kebutuhan umat muslim dunia, dari 6,8 milyar lebih penduduk dunia, tercatat tidak kurang dari 1,57 milyar atau sekitar 23% adalah muslim. Bahkan di Indonesia, penganut Islam diperkirakan mencapai angka 203 juta jiwa atau sekitar 88,2% dari jumlah penduduk.
Wajib Halal 2019 menjadi hal yang utama bagi pemerintah dengan membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang bertugas memberikan sertifikat halal produk makanan dan minuman, serta jenis produk lainnya. BPJPH diresmikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, 11 Oktober 2017. Badan ini menjalankan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang disahkan pada 17 Oktober 2014 dalam memenuhi kewajiban (mandatory) sertifikasi halal yang semakin dekat, yakni 17 Oktober 2019, adanya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) ini diharapkan mendapat dukungan dari masyarakat luas agar dapat mengkonsumsi produk halal bukan hanya menjadi life style tetapi sudah menjadi kebutuhan hidup kita, memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk dan meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal. Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Kesadaran memenuhi hak atas pangan halal oleh produsen terus meningkat secara global. Di negeri yang tidak akrab dengan term halal pun, pangan halal kini tidak lagi barang langka. Banyak maskapai kelas dunia menyediakan menu halal. Dikenal dengan sebutan Moslem Meal (MoML) diantaranya maskapai, mulai Japan Airlines, American Airlines, Singapore Airlines, Qantas, Chatay Pacific (Hong Kong), Saudia, Emirates, Qatar Airways, sampai Malaysia Airlines. Dalam penerbangan domestik India dan China pun, tersedia menu halal.
Mengkonsumsi produk halal, ia melanjutkan, adalah hak dasar setiap muslim. Ada dimensi kesehatan dan ekonomi di dalamnya. Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, tanpa diminta, seharusnya negara hadir melindungi hak dasar warganya. Hal ini dilakukan supaya pengusaha sadar akan tanggung jawabnya dalam melindungi konsumen.
Konsep halal dapat dipandang dari dua perspektif yang pertama perspektif agama yaitu sebagai hukum makanan sehingga konsumen muslim mendapat hak untuk mengkonsumsi makanan sesuai keyakinannya. Ini membawa konsuekensi adanyaperlindungan konsumen. Yang kedua adalah perspektif industri. Bagi produsen pangan, konsep halal ini dapat ditangkap sebagai suatu peluang bisnis. Bagi industri pangan yang target konsumennyasebagian besar muslim, maka tentu saja dengan adanya jaminan kehalalan produk akan meningkatkan nilainya yang berupa intangible value.
Indonesia menjadi bangsa pemenang. Di era cultural industry atau creative industry, –era setelah agriculture, manufacture, dan information technology versi Alfin Toffler dalan the thirth wave–, Indonesia punya potensi menjadi pemenang. “Pariwisata termasuk dalam creative industry, karena di pariwisata pun kita bisa jadi pemenang,
Wisata halal merupakan salah satu bidang yang mendominasi perdagangan bebas. Iklim wisata global akan dipengaruhi dengan kuat oleh negara-negara yang mampu menguasai bisnis pangan dunia. Kompetisi perdagangan bebas menekankan pada harga dan kualitas. Sebuah teori kunci untuk perdagangan; yang harus dipahami adalah bahwa pertumbuhan suatu bisnis sering tergantung pada daya saing yang kuat dan secara bertahap membangun inti dari pelanggan setia yang dapat diperluas dari waktu ke waktu . Terciptanya kedaulatan wisata halal dalam negeri akan menjadi urgensi kemampuan bangsa kita bersaing dalam perdagangan pangan global
Halal tourism mengedepankan produk-produk halal danaman dikonsumsi turis Muslim. Namun, bukan berarti turis non-Muslim tidak bisa menikmati wisata halal . Bagi turis Muslim, wisata halal adalah bagian dari dakwah. Bagi yang non-Muslim, wisata halal dengan produk halal ini adalah jaminan sehat. Karena pada prinsipnya, implementasi kaidah halal itu berarti menyingkirkan hal-hal yang membahayakan bagi kemanusiaan dan lingkungannya dalam produk maupun jasa yang diberikan, dan tentu memberikan kebaikan atau kemaslahatan secara umum, sesuai dengan misi Risalah Islamiyah yang bersifat Rahmatan Lil-‘Alamin. Sistemsyariah, mengajarkan manusia hidup tenang, aman dan sehat, seperti tidak menyediakan minuman beralkohol, hiburan yang jauh dari kemaksiatan dan keamanan dalam sistem keuangan.
Dapat kita melihat rekam jejak Indonesia dari segi pariwisata halal dunia berhasil memenangkan 12 penghargaan dari 16 kategori yang diperlombakan pada ajang World Halal Tourism Awards (WHTA) 2016 di Abu Dhabi.
Sebuah prestasi yang membanggakan kita semua. Kedua belas destinasi tersebut merupakan proyek percontohan dan tidak menutup kemungkinan diperluas ke destinasi lainnya di Indonesia. Penghargaan tersebut sekaligus menjadi piala bagi segenap rakyat Indonesia. Maju terus pariwisata halal Indonesia, ini menjadi salah satu yang termasuk data dari State of The Global Islamic Economy 2014-2015 menyebutkan indicator trend bisnis halal terlihat pada lima bidang industri terus menunjukkan kemajuan. Antara lain jasa keuangan Islami (Islamic finance), pariwisata halal, makanan halal, busana muslim, farmasi dan kosmetik halal.
*) Sunarji Harahap, M.M.
Penulis Adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara / Pengamat Ekonomi Syariah/ Penulis Aktif Opini Harian Waspada