Jasa Pahlawan yang Redup di Bumi Gordang Sambilan

Jasa Pahlawan yang Redup di Bumi Gordang Sambilan

SIKAP REDAKSI-Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.

Demikian suatu waktu disampaikan Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Kalimat itu meluncur dari mulut Proklamator pada peringatan Hari Pahlawan tahun 1961. Kegigihan para pahlawan penting untuk dikenang agar pengorbanan dan cita-cita mereka bisa menjadi pijakan di masa mendatang.

Di masa lampau, para pejuang berkorban segala hal, termasuk nyawa untuk bisa merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah. Maka sudah satu kewajaran Hari Pahlawan dijadikan sebagai momentum untuk merenung kembali arah dan tujuan kemerdekaan dan menimbangnya dengan cita-cita kesuma bangsa.

Para pahlawan lahir di setiap penjuru Nusantara. Tak terkecuali di Mandailing Natal. Tugu perintis di Kotanopan menjadi salah satu bukti lahirnya sosok pahlawan di Mandailing Natal. Selain itu Jenderal Besar Abdul Haris Nasution juga berasal dari Bumi Gordang Sambilan. Bahkan, Sati Nasution atau yang dikenal sebagai Willem Iskander yang merupakan manusia pertama di Hindia Belanda yang mendirikan sekolah untuk kaum bumiputera, tanpa memandang status sosial, lahir dan besar di Mandailing Natal. Meski kemudian namanya cenderung redup dalam catatan sejarah.

Redupnya nama Willem Iskander seperti menggambarkan bagaimana penghargaan kepada pahlawan dan pejuang di Mandailing Natal. Para kesuma bangsa yang telah mengharumkan nama Indonesia tidak mendapat penghargaan dan penghormatan selayaknya. Misalnya, Jenderal Abdul Haris Nasution, sampai hari ini hampir tidak terlihat bekas perjuangannya di Mandailing Natal. Sejarah kehidupannya lebih banyak ditemui dalam skala nasional.

Tentu hal ini sangat berbeda dengan rumah peninggalan Tan Malaka dan Bung Hatta di Sumatera Barat yang keduanya menjadi museum. Sebelumnya pemerintah memang berencana mendirikan satu monumen untuk mengenang perjuangan sang Jenderal. Namun, sampai hari ini sejak peletakan batu pertama oleh Kepala Staf Presiden, Moeldoko tak terlihat progresnya.

Kemudian, Willem Iskander yang perjuangannya sangat luar biasa dalam bidang pendidikan juga setali tiga uang. Jejak perjuangannya kabur sebagaimanan namanya dalam catatan sejarah. Peringatan akan jejak langkahnya hampir takada. Padahal sudah seharusnya ia mendapat penghargaan selayaknya orang-orang besar. Pahlawan pendidikan ini dilupakan begitu saja. Buku-buku luar biasa yang ia tulis tak pernah lagi diperkenalkan ke publik.

Sastrawan dan peneroka tata bahasa Indonesia, Sutan Takdir Ali Sjahbana keadaannya lebih miris. Rumahnya yang terletak di Natal sudah sangat memprihatinkan. Tak ada sentuhan pembangunan dan perhatian dari pemerintah. Rumah reyot itu dibiarkan begitu saja dan menunggu waktu untuk rata dengan tanah. Karya-karyanya tak lagi dibaca dan dipelajari oleh generasi muda. Bahkan namanya saja mungkin sudah banyak yang lupa.

Pun dengan para pejuang yang namanya diabadikan di tugu Perintis Kemerdekaan Kotanopan. Perjuangan mereka hanya diingat pada peringatan kemerdekaan semata. Catatan perjuangan mereka tak pernah digubris oleh pemerintah dan keadaan sanak keluarga mereka di masa sekarang hampir tidak ada yang tahu.

Mandailing Natal sejak dahulu punya sumbangsih yang luar biasa kepada Indonesia. Orang-orang besar terus bermunculan, tapi penghargaan terhadap mereka, para pahlawan ini, hampir tidak ada. Pemerintah Daerah sepertinya hanya mengira penghargaan itu berupa ziarah kubur di hari kemerdekaan semata. Sementara, catatan perjuangan dan kisah heroik mereka tak pernah didokumentasikan dengan baik.

Peringatan Hari Pahlawan tahun ini seharusnya menjadi momentum bagi Pemerintah Daerah Mandailing Natal untuk mengkaji dan mengingat kembali jasa dan cita-cita para pejuang dengan mengimplementasikannya dalam kebijakan pemerintah. Selanjutnya, penting rasanya menghadirkan museum perjuangan sebagai bentuk penghargaan terhadap usaha mereka di masa lampau agar tetap diingat dan dikenal masyarakat. Pemerintah seharusnya tidak boleh tutup mata akan hal ini. Bukankah bangsa yang besar itu bangsa yang menghargai para pahlawannya?

Tim Redaksi StArtNews

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...