BERAS jelas perkara perut rakyat. Rakyat ingin makan beras, bukan makan data mentereng produksi beras. Perut rakyat tak akan kenyang dengan data produksi beras yang katanya surplus dan bisa diekspor itu. Celakanya, para pejabat mencekoki rakyat dengan data kinclong produksi beras.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPR Bambang Soesatyo, dan Kepala Staf Presiden Moeldoko beramai-ramai melakukan panen raya di Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, pekan lalu. Cuma berbekal momen yang katanya panen raya itu, mereka menyatakan Indonesia surplus beras dan bisa ekspor.
Boro-boro ekspor, kata Kepala Bulog Divre Sumatra Selatan dan Bangka Belitung Bachtiar AS, panen raya itu tak kuasa memenuhi stok beras di gudang Bulog. Sumsel dan Babel masih bergantung pada kiriman beras dari Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.
Sebelumnya, sejumlah bupati dan gubernur mengatakan produksi beras di wilayah kekuasaan mereka cukup bahkan surplus. Ini seperti kor. Jangan-jangan ada mobilisasi para kepala daerah untuk membuai rakyat dengan data produksi beras yang katanya oke-oke saja, serupa dengan mobilisasi para pejabat negara ke Banyuasin?
Fakta di lapangan memperlihatkan stok beras kita kritis. Per 3 Februari 2018, stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang, misalnya, tinggal 23 ribu ton. Padahal, stok amannya ada di angka 30 ribu ton sampai 35 ribu ton. Fakta lain menunjukkan banyak penggilingan padi di sentra-sentra produksi padi di Jawa berhenti beroperasi akibat ketiadaan pasokan gabah kering giling.
Itu artinya tidak atau belum ada panen padi. Ketika stok atau suplai beras terbatas, tak perlu jadi ekonom, Menteri Pertanian, Ketua MPR, Ketua DPR, atau Kepala Staf Presiden, awam pun tahu harga beras bakal melonjak. Faktanya harga beras di banyak daerah di Tanah Air memang melonjak.
Fakta ini terkonfirmasi dengan data Badan Pusat Statistik yang menyebutkan inflasi dipicu gejolak harga beras. Rakyat harus membeli beras dengan harga mahal. Daya beli mereka akan tergerus. Angka kemiskinan melonjak. Dalam jangka panjang, bukan tidak mungkin muncul gejolak sosial.
Tak sadarkah kita bahwa inilah yang diinginkan lawan-lawan politik pemerintah? Jangan main-main dengan urusan perut rakyat. Harus ada intervensi pasar melalui impor beras. Sudahlah, jangan malu impor beras bila itu demi rakyat. Untuk mengatasi kelangkaan beras sekarang ini pemerintah sudah memutuskan impor beras yang diperkirakan tiba pertengahan Februari 2018.
Toh, stok beras di 2016 sampai 2017 tercukupi berkat impor sebesar 1,5 juta ton pada 2015. Beranilah pasang badan, bertanggung jawablah, jujurlah, bahwa kita belum sanggup berswasembada beras. Kita baru bisa swasembada beras bila kita mencetak banyak sawah baru.
Apa kabar proyek pencetakan sawah baru? Rakyat tak pernah tahu. Berhentilah bikin laporan produksi beras yang ‘asal bapak senang’. Berhentilah membuai rakyat dengan data mentereng produksi beras bila itu data fiktif. Bila terus bermain-main dengan data produksi beras, itu artinya kalian tak becus mengurus perut rakyat.
Sekali lagi rakyat ingin makan beras. Kalian saja, para pejabat yang bilang beras surplus dan bisa diekspor, yang mengunyah dan menelan data kinclong produksi beras sampai kenyang.
Sumber : mediaindonesia.com