Kotanopan, StarNews – Pemerintah mulai menerapkan kebijakan membeli gas bersubsidi LPG 3 kilogram harus menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP). Tahun ini uji coba kebijakan ini diterapkan di lima wilayah di Pulau Jawa. Kedepannya, kebijakan ini akan diberlakukan di seluruh wilayah di Indonesia untuk meningkatkan pengawasan distribusi gas bersubsidi.
Selain menunjukkan KTP, kebijakan itu juga mewajibkan masyarakat membeli gas LPG langsung ke penyalur resmi atau pangkalan. Sedangkan penjualan gas LPG di warung atau di tingkat pengecer akan ditiadakan lagi. Itu sebabnya, pemerintah mendorong agen resmi membuka sebanyak-banyaknya sub-penyalur atau pengkalan sesuai kebutuhan agar pasokan gas LPG 3 kilogram ini terpenuhi.
Akhir-akhir ini kebijakan pemerintah itu menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Sebagian masyarakat menilai kebijakan itu, terutama kewajiban menunjukkan KTP saat membeli gas LPG, menyulitkan masyarakat. Apalagi masyarakat selama ini membeli gas LPG 3 kilogram di warung atau pengecer di sekitar lingkungan tempat tinggalnya.
Karmila, pedagang sate di Kotanopan, menilai kewajiban menunjukkan KTP untuk membeli gas LPG 3 kilogram mempersulit warga. “Apalagi bagi masyarakat seperti saya sebagai pedagang kecil yang setiap saat membutuhkan gas elpiji,” kata Karmila, Kamis (19/1/2023).
Selama ini Karmila membeli gas LPG 3 kilogram di warung dekat rumahnya. Jika warung atau pengecer nantinya dilarang menjual gal LPG bersubsidi, menurut dia, kebijakan itu berarti mempersulit masyarakat.
“Kalau membeli gas harus ke pangkalan atau penyalur resmi, terkadang tempatnya jauh dan belum tentu stok gas ada,” ujarnya.
Keluhan senada disampaikan M. Soleh, pedagang mi ayam di Kotanopan. Menurut dia, kewajiban menunjukkan KTP untuk mendapatkan gas LPG menyulitkan masyarakat, karena gas ini belum tentu ada di setiap pangkalan.
Soleh berharap pemerintah tidak mempersulit masyarakat untuk mendapatkan gas LPG 3 kilogram. Sebaliknya, kata dia, pemerintah seharusnya mempermudah masyarakat untuk mendapatkan gas bersubsidi. “Tidak perlulah pakai KTP untuk membeli gas subsidi,” katanya.
Abdul Aziz, pedagang bakso tusuk di Kotanopan, menilai penggunaan KTP untuk mendapatkan gas LPG merepotkan warga. Apalagi mayoritas warga membeli gas di pengecer atau warung terdekat. Untuk itu, dia meminta pemerintah tidak banyak membuat aturan yang justru mempersulit masyarakat kecil untuk mendapatkan gas subsidi.
Andri Halim Batubara, agen gas LPG di Madina, mengatakan kebijakan pemerintah terkait kewajiban menunjukkan KTP untuk membeli gas LPG subsidi masih tahap uji coba di empat kabupaten di Pulau Jawa. Untuk Provinsi Sumut, khususnya di Kabupaten Madina, kebijakan itu belum diberlakukan.
Menurut dia, kewajiban menunjukkan KTP untuk mendapatkan gas subsidi tidak menyulitkan warga. Pasalnya, selama ini pihaknya sudah menerapkan ketentuan itu. Namun, ketentuan memperlihatkan KTP ini hanya di pangkalan atau sub-penyalur. “Penerapan kebijakan ini tentunya ada sisi positif dan negatifnya,” katanya.
Sisi positifnya, menurut dia, harga gas LPG lebih murah dan sesuai standar, karena langsung dibeli di pangkalan. Sementara sisi negatifnya, sewaktu-waktu masyarakat kesulitan mendapatkan gas LPG, karena tidak tersedia lagi di tingkat pengecer atau warung. Sebab, pemerintah secara tidak langsung mengharapkan masyarakat membeli gas subsidi itu di pangkalan, bukan di tingkat pengecer.
Reporter: Lokot Husda Lubis