Perberat Hukuman bagi Koruptor

Perberat Hukuman bagi Koruptor

Pojok Redaksi-Vonis ringan terhadap pelaku korupsi akan menguntungkan koruptor. Pidana rendah yang dijatuhkan hakim tidak menimbulkan efek jera. Pelaku menjalani hukuman kurungan dan membayar denda, namun bisa menikmati hasil kejahatannya setelah keluar dari penjara. Catatan Indonesia Corruption Watch menunjukkan sepanjang 2016 rata-rata vonis koruptor di tingkat pengadilan tindak pidana korupsi adalah 1 tahun 11 bulan pidana penjara.

Peneliti dari Divisi Hukum dan Monitoring ICW Aradila Caesar mengklasifikasikan hukuman ringan tersebut dengan vonis di bawah 4 tahun, sedang 4 tahun sampai 10 tahun, berat di atas 10 tahun. Dari 420 putusan perkara korupsi, 76 persen (352 perkara) divonis ringan, lalu 8 persen (36 perkara) divonis sedang, dan hanya 1 persen (4 perkara) yang divonis berat. Banyaknya vonis ringan itu menunjukkan belum ada keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi.

Regulasi telah mengatur besarnya hukuman terhadap perampok duit negara. Sesuai Pasal 3 Undang- Undang Tipikor No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001, hukuman penjara paling ringan adalah 4 tahun. Pemberantasan korupsi harus dijalankan dengan hukuman berat agar memunculkan penjeraan. Karena itu, hukuman koruptor harus dilihat kembali secara detail oleh penyidik, kepolisian, KPK, jaksa penuntut, hakim, dan hakim agung.

Korupsi menimbulkan dampak besar sehingga penanganannya dibutuhkan inovasi dan inventif, di luar hukum konvensional yang telah berlaku. Rancangan hukuman tersebut sebagai upaya memiminalkan angka korupsi, memperkecil nilai kerugian negara, dan menekan biaya sosial yang ditimbulkan akibat periaku korup. Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB Antikorupsi Tahun 2003 dengan UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).

Hanya saja hukuman ringan masih saja menjadi fenomena, yang menurut ICW terjadi sejak 2008. Selain itu, pengembalian uang negara menemui kendala mengingat banyak dana disimpan di luar negeri. Kendala itu karena benturan yurisdiksi atau batasan ruang lingkup peradilan. Acapkali Indonesia menjadi tempat nyaman bahkan bagi para koruptor. Sebutan ëísurgaíí koruptor itu lantaran banyaknya kasus korupsi divonis ringan dan mereka tetap kaya.

Penambahan hukuman dengan menghapus hak politik atau larangan menduduki jabatan publik telah diterapkan kepada sejumlah koruptor. Diperlukan pula upaya lain sebagai pemberatan hukuman, misalnya bekerja di sektor formal, standardisasi penyebutan mantan koruptor di media massa, serta memiskinkan koruptor. Apabila vonis ringan tidak memberi penjeraan, maka vonis berat dan tambahan hukuman perlu dilakukan sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi.

Sumber : suaramerdeka.com                

Editor : Hanapi Lubis

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...