Razia Pekat di Madina, Privasi dan Dilema Hukum Negara dan Agama

Razia Pekat di Madina, Privasi dan Dilema Hukum Negara dan Agama

Foto: Ilustrasi.

SIKAP REDAKSI– Undang-undang Dasar 1945 yang mengatur hak atas privasi dalam Pasal 28G ayat (1): “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal melalu instansi Satuan Polisi Pamong Praja maupun secara gabungan sering melakukan razia penyakit masyarakat yang menyasar hotel-hotel atau pun tempat hiburan malam. Razia ini digelar untuk meminimalisir pentakit masyarakat dan menjaring pasangan tak sah yang ditengarai berbuat mesum.

Menjelang Ramadan dan di tengah-tengah bulan puasa razia serupa rutin digelar. Umumnya pada bulan Ramadan, berita terkait razia lebih sering menghiasi headline media mainstream maupun media online. Wajah-wajah yang terkena razia dipampang di media . Bahkan ada yang berupa rekaman video dan siaran langsung.

Tindakan pemerintah, baik melalui kepolisian maupun Satpol PP, melakukan razia penyakit masyarakat memang layak diacungi jempol. Dengan harapan pasangan yang terjaring razia mendapat efek jera dan yang berniat melakukan tindakan serupa berpikir berkali-kali sebelum bertindak.

Namun, yang disayangkan adalah tindakan pemerintah yang melanggar hak-hak privasi orang lain dan hukum yang sepertinya hanya berjalan pada pasangan yang terjaring tanpa menyentuh pihak pengelola hotel atau pun tempat hiburan.

Razia pekat seperti menjadi ajang pamer bagi parat bahwa mereka bekerja tetapi diam seribu kata terhadap pengelola hotel yang terlihat jauh lebih berkuasa. Buktinya, hotel-hotel yang menjadi sasaran razia hanya itu-itu saja dan anehnya selalu saja ada pasangan yang terjaring.

Kalau sudah berulang dilakukan razia di hotel yang sama dan berulang pula ditemukan pasangan tak sah (diikat pernikahan), patut diduga pengelola hotel tersebut tidak kompeten dan tidak patuh pada aturan atau perda yang telah dikeluarkan. Ini artinya, para pengusaha hotel memandang remeh pemerintah sehingga kejadian yang sama terus berulang.

Apalagi dalam praktiknya mereka yang terjaring mendapat perlakuan yang mencederai harga diri berupa wajah yang terpampang di media. Padahal untuk penentuan tindak pidana ihwal ini tidak mudah. Misalnya, kalau yang terjaring adalah pasangan yang belum menikah maka tak ada pasal pidana yang dikenakan. Pasangan yang terjaring tersebut justru bisa melakukan pelaporan balik dan meminta rugi. Apalagi kalau tidak ada delik aduan dari suami/istri atau keluarga salah satu pasangan.

Persoalan ini menjadi dilema. Pertama dalam hukum Islam, zina merupakan tindakakan yang termasuk dalam dosa besar. Kedua, pasal-pasal dalam undang-undang negara tidak bisa dipaksakan dengan kehendak saja tanpa memenuhi syarat dan prosedur yang sesuai. Ketiga, terjadinya perampasan hak privasi warga negara. Keempat, tindakan yang kerap hanya menyasar kulit persoalan tanpa menyasar inti masalah, seperti penertiban hotel dan tempat hiburan dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang atau perda, misalnya.

Pemkab Madina yang dalam beberapa tahun belakangan begitu getol menyuarakan peningkatan pariwisata untuk menggerakkan ekonomi masyarakat perlu menata ulang persoalan razia pekat ini. Tak mudah menarik wisatawan ke Madina, jika kenyamanan tidur mereka terganggu di tengah malam karena ada razia hotel, misalnya.

Tentu, sebagai Negeri Beradat, Taat Beribadat nilai-nilai keagamaan dan budaya harus dijunjung tinggi. Namun, pemerintah juga tidak bisa menjadikan itu sebagai landasan utama untuk melanggar hak asasi dan privasi orang lain mengingat Indonesia adalah negara hukum.

Maka, sudah saatnya pemerintah meninjau kembali aturan hotel-hotel dan tempat hiburan yang ada di Mandailing Natal sembari membuat peraturan-peraturan yang dapat meminimalisir pasangan tak sah masuk hotel untuk berbuat mesum. Misalnya, peraturan yang memaksa pihak hotel hanya memasukkan pasangan yang punya bukti surat nikah untuk kamar yang sama.

Pengetatan peraturan hotel mutlak diperlukan, termasuk pencabutan izin operasional selamanya untuk hotel-hotel yang membandel. Tidak ada gunanya melakukan razia saban malam kalau fasilitas dan ruang-ruang untuk berbuat mesum masih terbuka. Terakhir, tentu menjadi perhatian pula kalau hotel-hotel yang dirazia hanya itu-itu saja.

Tim Redaksi StArtNews

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...