Warga Sikara-Kara: PT TBS Bukan Perusak, Hentikan Isu dan Fitnah Murahan Kalian

Warga Sikara-Kara: PT TBS Bukan Perusak, Hentikan Isu dan Fitnah Murahan Kalian

Mandailing Natal. StartNews- Ratusan orang warga Desa Sikara-kara, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), melakukan aksi unjukrasa dan menyesalkan sikap sekelompok orang yang mengatasnamakan Ikatan Pemuda Pemudi Ranah Natal (Ikaperta) karena menghakimi perusahaan perkebunan PT Tri Bahtera Srikandi (TBS) di wilayah Sikara-kara.

Aksi unjukrasa yang berlangsung pada Rabu pagi (14/8) dimulai sekitar pukul 7.00 Wib hingga pukul 9.00 Wib. Warga mengaku tidak mengenal Ikaperta yang dianggap telah menyakiti hati masyarakat Sikara-kara karena ada sekitar 80 persen penduduk desa yang bekerja dan mencari nafkah di perusahaan itu.

Zulman, salah seorang pengunjukrasa menyampaikan, Ikaperta terlalu jauh mengatakan perusahaan PT TBS melakukan perusakan dan tidak pernah peduli terhadap lingkungan serta masyarakat sekitar.

“Pertama kami menyampaikan, kami tidak mengenal Ikaperta. Kami juga selaku warga Sikara-kara yang bersentuhan langsung dengan perusahaan PT TBS sudah banyak merasakan manfaat kehadiran perusahaan. Kami banyak dibantu. Selama ini kami saksikan tidak ada perusakan hutan mangrove seperti yang disebutkan sekelompok orang, termasuk Ikaperta,” kata Zulman.

Isnawaty, salah satu warga Desa Sikara-kara yang juga bekerja di perusahaan PT TBS, mengatakan ia sudah bekerja sejak PT TBS dibuka tahun 2005 yang lalu. Ia menyebut, PT TBS sudah banyak membantu masyarakat.

“Saya sudah bekerja di sini sejak perusahaan ini buka. Kami mencari nafkah di sini, jadi kalau ada orang yang meminta izin perusahaan ini dicabut, itu artinya mereka mau kami menderita dan tidak makan. Mereka mau kami tidak bekerja, kalau begitu ke mana lagi kami mencari makan?,” kata wanita yang mengaku suaminya juga ikut bekerja di perusahaan.

Kepala Desa Sikara-kara, Amrin Nasution, yang ikut tampil menyampaikan aspirasi warganya, mengatakan bahwa yang bisa memutuskan perusahaan bersalah adalah pemerintah melalui instansi terkait.

“Kami meminta kepada Ikaperta juga sekelompok orang yang menyudutkan PT TBS jangan kami dihukum tanpa saudara mempertanyakan instansi terkait apakah perusahaan ini ilegal atau legal. Jangan anda hukum kami, karena hukum itu bukan hanya untuk saudara sendiri,” ujarnya.

Ia menambahkan warga keberatan bila Ikaperta meminta perusahaan ini ditutup dan siap melawan untuk mempertahankan hak hidup masyarakat, terutama yang bekerja di PT TBS ini. Ia juga mengatakan akan melaporkan ke pihak berwenang bila ada yang terus menghujat dan menuduh PT TBS melanggar.

“Anda akan kami tindak sesuai hukum yang berlaku. Saudara telah bertindak sendiri tanpa menghubungi kami selaku penduduk yang bersentuhan langsung dengan perusahaan. Yang punya wewenang menyebut perusahaan tempat warga saya bekerja bukan Anda, tetapi pemerintah,” kata Amrin.

Amrin mengatakan, pihaknya bersama seluruh warga menolak aksi yang dilakukan Ikaperta bersama sekelompok orang yang menyudutkan perusahaan tempat mereka bekerja.

“Ikaperta tak usah ganggu-ganggu kami karena warga saya ini menggantungkan hidup dab mencari makan di sini. Ikaperta ini secara tidak langsung mau menutup usaha kami. Jadi kami minta tolong Ikaperta jangan ganggu hidup warga di sini, kami sangat membutuhkan keberadaan PT TBS. Bahkan kami berprinsif bila masih ada perusahaan yang mau menanamkan investasi di wilayah kami, kami siap dukung. Kami yakin Ikaperta ini mengambinghitamkan hajat orang banyak,” tuturnya.

Mengenai tuduhan Ikaperta yang menyebut perusahaan melakukan perusakan hutan Mangrove, Amrin menegaskan tidak ada hutan mangrove di wilayah perusahaan PT TBS. Ia menyebut pemerintahan desa bersama masyarakat Sikara-kara tidak akan mengizinkan PT TBS melakukan perusakan.

“Kita bisa saksikan sendiri, di sini tidak ada hutan Mangrove, bahkan di sini masih ada wilayah perkampungan dan ditinggali warga. Kami heran mereka menyebut ada perusakan hutan Mangrove, padahal perkebunan ini sudah berjalan lima tahun. Ikaperta menyebut luas perkebunan ini 600 hektar, itu bohong, luas perkebunan ini hanya 131 hektar. Inilah yang sangat kami kesalkan” pungkasnya.

Reporter : Hasmar Lubis

Editor : Hanapi Lubis

Komentar Anda

komentar

One comment

  1. Seperti karyawan perusahaan bukan warga

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...