HUT ke-22 Madina: untuk Maju Harus Bersatu

HUT ke-22 Madina: untuk Maju Harus Bersatu

SIKAP REDAKSI-Peringatan hari jadi Mandailing Natal untuk usia ke-22 tahun ini berjalan sunyi. Tak ada parade atau pertandingan olahraga yang rutin diadakan setiap tahunnya. Pandemi virus korona memaksa setiap orang untuk patuh terhadap prokes dan membatasi mobilitas. Namun, hal itu tentu tak boleh jadi alasan untuk tidak menjadikan ulang tahun Madina sebagai momentum untuk bersatu dan maju bersama.

Tahun ini, tema yang diangkat oleh Pemkab Madina dalam merayakan hari jadi ke-22 kabupaten yang dikenal dengan Bumi Gordang Sambilan ini adalah “Tetap Bersatu untuk Kabupaten Maju”. Kata bersatu untuk maju seperti implementasi kondisi masyarakat Mandailing Natal saat ini. Tahun 2020 dan awal tahun 2021 ini menjadi saat-saat yang berat bagi kabupaten yang menjadi perbatasan Sumatera Utara dengan Sumatera Barat ini. Berbagai polemik dan situasi yang menyita emosi, waktu dan pikiran banyak terjadi.

Rentetan kejadian dan situasi itu dimulai pada pertengahan tahun lalu. Masyarakat Desa Mompang Julu melakukan blokade jalan akibat dugaan penyaluran BLT Dana Desa yang dianggap tidak sesuai aturan. Mobil dinas Wakapolres Madina dan beberapa kendaraan lain hancur dibakar massa dan 18 orang harus melalui masa penahanan. Kisruh ini ditarik ke berbagai arah oleh beberapa oknum sesuai dengan kepentingan masing-masing. Masyarakat terpecah.

Kisruh itu bahkan diasumsikan dengan kepentingan politik menjelang Pilkada Madina yang digelar pada Desember 2020. Pilkada itu pula yang kemudian membawa perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Pesta demokrasi yang seharusnya menjadi tonggak untuk memilih pemimpin terbaik justru menjadi ajang umpat dan cemooh. Setiap kubu saling serang peribadi calon. Akibat saling tuduh bahkan sampai ada yang harus berurusan dengan pihak berwajib. Sampai hari ini kisruh Pilkada Madina belum menemui ujung.

Lalu, persoalan yang membuat dilema muncul di awal tahun 2021. Kasus kematian 5 warga Desa Sibanggor Julu akibat terpapar gas H2S dan polemik tambang ilegal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Natal mencuri perhatian. Dilema karena kedua kasus ini wewenangnya bukan di kabupetan melainkan di tingkat pemerintah pusat dan provinsi tetapi menyangkut hidup banyak warga Mandailing Natal. Kedua kasus ini pun tak luput dari situasi yang memecah masyarakat. Narasi-narasi saling tuding tetap bermunculan berkelindan dengan penegakan hukum yang terkesan lamban.

Selain kasus dan situasi tersebut, tentu masih banyak persoalan-persoalan yang muncul. Mulai dari maraknya dugaan penyalahgunaan anggaran Dana Desa sampai pada polemik perusahaan dengan warga setempat. Maka, sangat wajar jika Pemkab Madina menjadikan narasi persatuan untuk kemajuan sebagai tema usia dewasa ini.

Namun, persatuan dan kemajuan tak akan bisa dicapai jika hanya mengedepankan jargon semata tanpa implementasi yang jelas dalam kebijakan yang diambil pemerintah. Langkah itu bisa dimulai dengan mendesak pihak kepolisian menuntaskan berbagai kasus besar untuk meredam asumsi publik dan menegakkan supremasi hukum. Kasus kerusuhan Mompang Julu yang ditengarai ditunggangi oleh aktor intelektual, lambannya proses penegakan hukum kasus PT SMGP, desakan ketegasan Pemprovsu untuk menutup tambang ilegal dan penangkapan aktor pelecehan Ponpes Musthafawiyah Purba Baru bisa menjadi poin prioritas.

Kemudian, pembangunan infrasturktur yang sesuai kebutuhan masyarakat harus pula diperhatikan, termasuk desakan kepada pemerintah pusat untuk memperhatikan jalan-jalan Nasional yang kondisinya sudah mengkhawatirkan. Seterusnya, sebagai daerah yang telah menginjak usia dewasa sudah sepantasnya pula bersikap dewasa dan mandiri. Pembentukan badan-badan usaha milik daerah perlu diperhatikan dengan saksama. Selain untuk menambah PAD, langkah ini juga berpotensi membuka lapangan kerja sehingga anggaran untuk honorer tidak lagi memberatkan APBD Madina.

Untuk bersatu tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Masyarakat pun harus turut berperan aktif. Terlebih para elite. Langkah awal barangkali bisa dimulai elite dengan menertibkan akun-akun bodong yang muncul di media sosial dengan agenda menyerang pribadi tertentu. Meskipun MK belum mengeluarkan keputusan pemenang Pilkada Madina tetapi pesta demokrasi telah usai. Semua golongan dan pendukung harus legowo, toh, Pilkada tak cuma sekali saja digelar. Jangan sampai polarisasi pilpres yang memunculkan istilah kadrun dan cebongers menular ke masyarakat kita yang dikenal beradat dan taat beribadat.

Pun untuk masyarakat; sumbangsih pemikiran, ide, gagasan, kinerja dan sejenisnya yang mampu memberikan dampak positif untuk kemajuan Madina mutlak diperlukan. Masyarakat tak boleh berpangku tangan semata dan berharap pemerintah melakukan semuanya. Pemerintah tak akan bisa apa-apa tanpa masyarakat. Pun sebaliknya. Dengan bergandengan tangan dan menyadari cita-cita awal pendirian Kabupaten Mandailing Natal seraya bekerja secara maksimal dan profesional, maka mencapai kemajuan Mandailing Natal adalah satu keniscayaan.

Tim Redaksi StArtNews

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...