Musik Informasi Siang – Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia dua bulan belakangan ini adalah tragedi kemanusiaan dan ekonomi.
Data Bank Indonesia di Riau menyebutkan semua sektor terpukul karena mengalami penurunan penjualan.
Sektor penerbangan paling terpukul.
Bencana kebakaran hutan di lahan gambut di wilayah Sumatera dan Kalimantan dalam dua bulan terakhir telah berdampak luas.
Tidak hanya persoalan sosial masyarakat setempat, tetapi juga menghambat sektor perekonomian nasional.
Ini belum termasuk kerugiaan immateriil yang tidak kalah besarnya karena bencana ini menyebabkan korban jiwa anak-anak hingga dewasa.
Akibat kabut asap tebal ini, sekolah-sekolah di daerah terkena bencana, diliburkan.
Warga di lokasi bencana terkena infeksi saluran pernafasan (ISPA).
Mobilitas masyarakat juga terganggu.
Tak heran banyak warga yang mengungsi dari tempat tinggalnya dan tinggal di pulau Jawa.
Salah satu sektor usaha yang dirugikan dari bencana ini adalah jasa pengiriman logistik.
“Ada dua kerugian yang ditanggung pengusaha jasa logistik, selain kehilangan potensi pendapatan yang dirasakan pengusaha logistik, juga kerugian dari pihak penerima barang,” kata Sekretaris Wilayah Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Adil Karim, Minggu (1/11).
Dari kejadian kabut asap yang terjadi itu, pengiriman barang melalui moda transportasi udara yang paling terkena dampaknya.
Namun, Adil tidak dapat memperkirakan angka kerugian akibat tertundanya pengiriman barang ke daerah yang terkena bencana asap.
Yang pasti, komplain dan keluhan dari para pelanggan logistik akibat keterlambatan pengiriman barang, pasti terjadi.
Seperti diketahui, akibat kabut asap yang terlalu tebal mengakibatkan otoritas bandara memberlakukan buka-tutup sewaktu-waktu tergantung kondisi asap.
Meski tidak merinci, total pengangkutan logistik menggunakan jasa pesawat terbang ke wilayah Sumatera dan Kalimantan sekitar 20% dari total pengangkutan.
Sisanya menggunakan kapal laut atau jalur darat.
Beberapa barang yang dikirim ke Sumatera dan Kalimantan antara lain produk garmen dan tekstil.
Mayland Hendar Prasetyo, Head of Marketing Communications Division JNE mengatakan, bencana asap ini mengakibatkan terganggunya proses pengiriman ke beberapa kota seperti Pekanbaru, Jambi, Medan, Pontianak dan Palangkaraya mengalami keterlambatan.
Akibatnya, JNE pun untuk sementara tidak menjual pengiriman dengan menggunakan layanan premium, seperti YES (Yakin Esok Sampai) dan SS (Super Speed).
“Soal nilai kerugian sampai saat ini belum dapat kami publikasikan,” kata Mayland.
Untuk antisipasi pengiriman ke wilayah yang terganggu asap tersebut, JNE melakukan pengiriman ke kota atau bandara terdekat yang kondisinya lebih baik.
Kemudian paket dikirimkan ke kota tujuan melalui jalur darat.
Lain halnya dengan hitungan kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) di Riau.
Menurut otoritas moneter daerah itu, tujuh sektor ekonomi mengalami kerugian yang besar akibat kabut asap ini akibat penurunan omzet penjualan.
Perkiraan BI Riau, penurunan omzet penjualan rata-rata sebesar 24,95% dari sebelumnya.
Penurunan omzet tersebut diantaranya terjadi pada sektor transportasi, perdagangan, akomodasi, dan sektor makanan dan minuman.
Sektor penerbangan mengalami penurunan omzet hingga 50% atau lebih dari Rp 200 miliar akibat penurunan penjualan tiket pesawat dan biaya operasional.
Di sektor jasa pengiriman barang, penurunan omzet hingga mencapai 60% karena naiknya ongkos transportasi akibat perubahan rute untuk mengirimkan barang.
Adapun sektor perdagangan, hotel dan makanan, mengalami penurunan omzet hingga sebesar 30%.
Penurunan omzet ini karena minimnya kunjungan wisatawan ke Riau karena tidak adanya penerbangan ke Pekanbaru.
Di sektor pendidikan, dan jasa kesehatan, kerugian ditaksir mencapai Rp 20 miliar.
Kerugian akibat asap ini juga merambat hingga sektor perkebunan kelapa sawit, jasa konstruksi hingga perbankan.
Yang pasti, total kerugian negara akibat bencana asap di Kalimantan dan Sumatera ditaksir lebih dari Rp 20 triliun.
Perkiraan ini diungkapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Hingga saat ini BNPB sudah menghabiskan dana Rp 500 miliar untuk menangani kabut asap.