Kepuasan Publik di Tahun Politik

Kepuasan Publik di Tahun Politik

Pojok Redaksi- TAK mudah sejatinya berkuasa di satu negara yang ekspektasi masyarakatnya begitu tinggi akan sebuah perubahan dan percepatan penyelesaian persoalan-persoalan bangsa. Bukan pula perkara sederhana menjalankan pemerintahan di tengah situasi global, terutama kondisi perekonomian, yang tak menentu.

Seperti itulah kira-kira warisan dari rezim terdahulu kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, hampir tiga tahun lalu. Awalnya memang tergopoh-gopoh. Mungkin di enam bulan pertama tak banyak capaian yang mereka raih sehingga tak terlalu memuaskan publik, termasuk para pemilih mereka pada Pilpres 2014.

Revolusi mental yang diusung Jokowi-JK masih kerap dicibir sebagai jargon kosong tanpa ada perencanaan eksekusi dan realisasi. Slogan ‘Kerja, kerja, kerja’ pun dianggap basa-basi Jokowi untuk sekadar menyenangkan rakyat yang sudah bosan dengan janji dan haus akan prestasi.

Namun, konsistensi akhirnya menjadi pembeda. Ketekunan pemerintah membangun infrastruktur, mengembangkan maritim dan wilayah pinggir Indonesia, memprioritaskan pemerataan, bersamaan dengan upaya memperkuat demokrasi dan penegakan hukum, pelan tapi pasti mampu membalikkan semua anggapan itu.

Kini, menjelang tiga tahun rezim pemerintahan ini, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja mereka pun terus naik. Setidaknya tren itu yang bisa kita baca dari hasil survei CSIS bertajuk 3 Tahun Jokowi: Kenaikan Elektoral & Kepuasan Publik, yang dirilis kemarin.

Dalam survei yang dilakukan pada periode 23-30 Agustus 2017 itu, CSIS mencatat tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dari 50,6% pada 2015, lalu naik menjadi 66,5% pada 2016, dan kini pada 2017 sudah bertengger di angka 68,3%.

Tidak hanya itu, 63,75% publik pun optimistis pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Juga 70,2% percaya dan yakin Jokowi-JK beserta jajaran kabinet akan mampu meningkatkan pembangunan infrastruktur. Rapor duet itu semakin biru karena, di sisi yang lain, kepemimpinan mereka selama tiga tahun berkuasa dianggap demokratis.

Dari skala nilai 1 (otoriter) sampai 5 (demokratis), kepemimpinan Jokowi-JK mendapat skor 4,58. Kendati demikian, tidak seluruh hasil survei itu berisi kepuasan. Terdapat sejumlah poin yang harus dijadikan catatan oleh pemerintah bila tak ingin kepuasan publik memudar.

Tingginya harga kebutuhan pokok, terbatasnya lapangan pekerjaan, tingginya angka kemiskinan, ketimpangan antara si kaya dan si miskin, masih banyaknya pungli di pemerintahan, dan rendahnya daya beli ialah contoh pekerjaan rumah yang mesti dikejar sebelum periode pemerintahan berakhir pada 2019.

Mudahkah? Tentu tidak mudah, apalagi kalau kemudian pemerintah justru lengah karena salah memaknai hasil survei kepuasan publik. Situasi bakal sulit jika pemerintah malah berpuas diri dan mengagung-agungkan kepuasan publik itu seraya lupa bahwa masih banyak masyarakat di Republik ini yang jangankan merasa puas, merasakan jangkauan tangan pemerintah pun belum pernah.

Dalam konteks ini, kita patut mengapresiasi perintah Presiden Jokowi kepada para menterinya agar tetap bekerja keras untuk negara dan rakyat saat memasuki 2018 dan 2019 yang disebut sebagai tahun politik.

Proses politik biarlah berjalan. Akan tetapi, kerja pemerintah untuk menyejahterakan rakyat tak boleh terganggu karena sesungguhnya kerja nyata adalah kampanye politik yang sebenar-benarnya.

Sumber : Editorial media Indonesia

Editor : Hanapi Lubis

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...