Logika Terbalik Hadapi Penyidik

Logika Terbalik Hadapi Penyidik

1POJOK REDAKSI – KOMISI Pemberantasan Korupsi jelas terganggu atas polemik proses penggeledahan di Gedung DPR. Bukan substansi kasus hukumnya, melainkan perdebatan mengenai keberadaan polisi dari satuan Brimob dengan pakaian dan senjata lengkap.

Namun, kita menilai wajar sikap terganggu dari KPK itu. Penegak hukum memang sepatutnyalah didukung untuk berada dan bekerja linear dengan aturan hukum, tidak terdistorsi oleh persoalan yang hanya potensial mengganggu konsentrasi. Penegakan hukum haruslah dikedepankan, bukan menomorsatukan sikap arogan.

Karena itu, kita menilai sikap Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang memprotes, bahkan bisa dikatakan sempat mencoba menghalangi kehadiran penyidik KPK untuk menggeledah tiga ruangan anggota DPR terkait dengan dugaan suap, tidak sepantasnya terjadi.

Bangsa ini masih sepakat bahwa korupsi merupakan musuh utama yang hingga kini belum bisa diberantas tuntas. Karena itu, segenap elemen bangsa, apalagi pemimpin lembaga negara seperti Fahri, seharusnya mendukung segala upaya pemberantasan korupsi.

Ia mestinya melihat persoalan secara lebih substansial daripada mempersoalkan pengawalan anggota Brimob bersenjata lengkap. Toh, keberadaan aparat bersenjata lengkap tersebut bukannya tanpa alasan, bahkan diizinkan aturan perundang-undangan. Kehadiran pasukan keamanan yang mengawal penyidik KPK bertujuan mengamankan proses penggeledahan, menjaga ketertiban, juga menjaga pihak yang digeledah dari risiko dari luar. Langkah penyidik KPK mendapatkan pengawalan merupakan kewaspadaan atas segala kemungkinan ancaman.

Selama undang-undang dan aturan mengizinkan, model penggeledahan disertai pasukan keamanan sah-sah saja. Pasalnya, ancaman bisa hadir dari mana saja. Senjata api bisa dimiliki siapa saja.

Sebagai penegak hukum, KPK bahkan berhak melakukan upaya paksa apabila dalam proses penggeledahan ada pihak yang menghalangi atau melawan. Perlawanan dalam penindakan bukannya tidak pernah terjadi. KPK sempat mengalami itu pada 2012, ketika Bupati Buol Amran Batalipu menabrakkan kendaraannya kepada penyidik KPK yang akan menindaknya.

Selain itu, kehadiran Brimob dalam penggeledahan KPK di DPR juga bukan pertama kali terjadi. Aparat dari Brimob jugalah yang mengawal para penyidik KPK ketika menggeledah ruangan Sutan Bhatoegana dan Tri Yulianto, anggota DPR periode 2009-2014, dua tahun lalu.

Penyidik KPK pun datang bukannya tanpa permisi. Mereka terlebih dahulu telah berkoordinasi dengan Biro Hukum Parlemen, Sekretariat Jenderal DPR, dan Sekretariat Mahkamah Kehormatan DPR.

Karena itu, sikap Fahri jelas tidak akan membuat citra parlemen membaik, justru bisa sebaliknya. Apalagi, upaya itu dilakukan ketika objek penggeledahan merupakan ruangan milik koleganya satu fraksi. Tidak salah jika muncul spekulasi bahwa kengototan Fahri terhadap penydik KPK disebabkan dugaan keterlibatan rekannya itu.

Sepantasnya semua pihak bersatu memberantas korupsi, bukan malah mempermasalahkan para pendekar pembasmi korupsi dengan dalih menegakkan kehormatan dan citra lembaga parlemen. Itu logika terbalik. Citra parlemen justru akan tegak jika mereka menjadi pelopor antikorupsi.

Juga tidak seharusnya pimpinan DPR bersepakat untuk mengadili KPK dalam waktu dekat terkait dengan kehebohan pengawalan Brimob di DPR. Berkontribusi dalam membongkar kasus korupsi yang menjerat anggota parelemen jelas akan lebih amat elok ketimbang berusaha menegakkan kehormatan, tapi justru bisa menjadi bumerang.

Komentar Anda

komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll To Top
Request Lagu
Loading...