Menteri Yuddy yang Sesuka Hati

POJOK REDAKSI – MENTERI Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi memang seorang politikus tulen. Politikus Partai Hanura itu lihai memanfaatkan panggung politik dan cerdik pula memilih momentum. Disebut lihai memanfaatkan panggung politik karena tidak cukup sekali ia mengumumkan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi.
Kali pertama, pada 15 Desember 2015, ia mengumumkan hasil evaluasi itu di Istana Wakil Presiden. Ada 16 kementerian/lembaga dan 17 pemerintah provinsi yang mendapatkan ‘rapor merah’ karena meraih nilai di bawah 60. Seakan belum puas dengan panggung politik di Istana Wakil Presiden, Menteri Yuddy kemudian menggelar jumpa pers pada 4 Januari.
Itu kali kedua. Pada saat jumpa pers itu, lagi-lagi, Yuddy mengumumkan hasil evaluasi akuntabilitas. Menteri Yuddy tentu membusungkan dada karena kementerian yang dipimpinnya meraih nilai spektakuler, yakni 77,00 (BB). Politik tidak hanya bicara konten, tapi juga konteks.
Dalam perspektif konteks itulah Menteri Yuddy dinilai cerdik memilih momentum. Patut diduga, kendati Menteri Yuddy menyangkal, pengumuman hasil evaluasi akuntabilitas kali kedua itu terkait dengan isu reshuffle yang kian kencang bergulir sejak penghujung tahun lalu.
Sulit menampik anggapan Menteri Yuddy sedang bermanuver, bermain politik. Bahkan, berkembang tuduhan Menteri Yuddy sedang mendikte, setidaknya ingin memengaruhi Presiden Joko Widodo terkait dengan perombakan kabinet. Tuduhan ingin mendikte Presiden bukan mengada-ada. Bukankah Menteri Yuddy menggelar jumpa pers hanya sehari setelah Presiden Jokowi menyebut perombakan kabinet sebagai hak prerogatifnya?
Apakah konferensi pers itu mau menegaskan lagi bahwa ada sejumlah menteri meraih rapor merah? Pada 3 Januari, Presiden Jokowi melalui akun Instagram resminya menegaskan bahwa perombakan jabatan menteri dalam kabinetnya murni hak prerogatif dirinya. ‘Tidak boleh ada yang dikte-dikte, intimidasi, desak-desak’, tulis Jokowi.
Boleh-boleh saja Menteri Yuddy kukuh berargumentasi bahwa mengumumkan hasil evaluasi itu sebagai tugas konstitusionalnya dan sesuai instruksi Presiden. Akan tetapi, Istana menyangkal argumentasi tersebut karena Presiden tidak pernah memberikan instruksi. Bahkan, Presiden Jokowi sendiri, kemarin, menegaskan bahwa hanya Presiden yang dapat menilai kinerja semua menteri.
Dengan demikian, manuver Menteri Yuddy mengumumkan hasil evaluasi akuntabilitas kementerian sama sekali tanpa sepengetahuan Presiden. Dalam hal ini, Menteri Yuddy lebih menonjolkan perannya sebagai politikus yang pandai memanfaatkan setiap peluang ketimbang bersikap arif sebagai negarawan.
Harus tegas dikatakan bahwa tidak ada dasar hukum bagi Menteri Yuddy untuk mengumumkan hasil evaluasi. Jika merujuk kepada Pasal 31 Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, tugas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebatas melakukan kompilasi dan perangkuman laporan kinerja kementerian lainnya.
Setelah itu, hasil kompilasi dan perangkuman itu disampaikan kepada Presiden melalui menteri keuangan paling lama 5 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Tugas kompilasi dan perangkuman itulah yang ditafsirkan Menteri Yuddy dengan melakukan pemeringkatan kementerian dan mengumumkannya kepada publik. Itu, sih, bisa-bisanya Menteri Yuddy sebagai politikus, sesuka-suka dia saja.
Comments
This post currently has no comments.