Peluncuran Perusahaan Berbasis Wakaf Pertama di Indonesia
(Gerakan Wakaf Produktif)
Oleh Sunarji Harahap, M.M
Pojok Redaksi- Kesenjangan ekonomi antara masyarakat miskin dan masyarakat menengah di Indonesia masih menjadi tantangan besar yang harus dituntaskan oleh negara. Kondisi tersebut mendorong sejumlah praktisi syariah dalam negeri mencari berbagai solusi alternatif. Salah satunya lewat pendirian lembaga keuangan PT Wakaf Ventura Indonesia yang digagas oleh Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Oktober ini. Organizing Committee (OC) PT Wakaf Ventura Indonesia adalah sebuah lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa menjawab persoalan kesenjangan ekonomi di kalangan umat Islam Tanah Air. PT Wakaf Ventura Indonesia adalah lembaga keuangan syariah yang modal pendiriannya berasal dari wakaf masyarakat, baik wakaf berbentuk tunai maupun non-tunai. Modal itu diperoleh melalui para nadzir kelembagaan seperti ormas-ormas Islam, institusi pendidikan, dan yayasan.
Para nadzir nantinya juga terlibat dalam penghimpunan modal perusahaan ini selanjutnya akan bertindak sebagai pemegang saham di PT Wakaf Ventura Indonesia. Sebagai lembaga yang bergerak di bidang pembiayaan syariah, PT Wakaf Ventura Indonesia nantinya dapat menerima dan mengelola dana yang bersumber dari masyarakat, perbankan syariah, koperasi jasa keuangan syariah (KJKS), serta dana bergulir yang bersumber dari pemerintah. Dana yang sudah terhimpun selanjutnya dipersiapkan untuk membiayai modal UMKM bagi kalangan masyarakat ekonomi lemah, sekaligus juga untuk meningkatkan produktivitas harta wakaf.
Mekanisme penghimpunan dana dari pihak ketiga menekankan keadilan melalui bagi hasil, antara lain dengan akad seperti mudharabah, musyarakah, ijarah mumtahiyah bittamlik (IMBT).Ada beberapa aspek yang harus menjadi perhatian lembaga-lembaga pembiayaan syariah dalam menjalankan bisnis mereka yaitu dari sisi regulasi, mereka harus mengikuti aturan main yang telah digariskan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara, dari sisi syariahnya, mereka juga harus mematuhi aturan yang dibuat oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).
Untuk menjaga kemanan dana wakaf yang telah dihimpun, kata dia, PT Wakaf Ventura Indonesia akan menjalankan semua standar prosedur operasional tersebut secara konsisten. Mulai dari menerapkan manajemen risiko (risk management), hingga melakukan sinergi dengan penyedia jasa asuransi syariah. Untuk itu, dia mengajak segenap komponen bangsa, mulai dari pemerintah, masyarakat luas, ulama, pengusaha, hingga ormas-ormas yang ada agar berpartisipasi secara aktif mengatasi kesenjangan ekonomi di Indonesia melalui gerakan wakaf produktif.
Berdirinya bank wakaf ventura tersebut guna mengangkat ekonomi kerakyatan yang selama ini dianggap belum maksimal. Sasaran utama dari bank ini adalah kelompok usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), sehingga diharapkan bisa menggerakkan roda perekonomian. Modal dari bank wakaf ventura ini bersumber dari para pengusaha dan CSR dari perusahaan. Jika sudah berjalan, bank wakaf ini juga berfungsi sebagai pengelola wakaf dari masyarakat.
Selain itu, bank ini juga bisa menjadi permodalan bisnis dari ormas-ormas Islam, dengan demikian ormas Islam juga diharapkan bisa menjadi penggerak roda ekonomi. Pemegang saham dari bank tersebut adalah dari para ormas Islam. Bank wakaf ini dimiliki oleh umat namun diwakili oleh ormas. ICMI juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama, dan dilanjutkan rapat bersama dengan Menko Perekonomian. Kemudian, ICMI juga akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Wakaf, serta Kementerian Hukum dan HAM terkait akta notaris.
Wakaf, yang pada awalnya dilakukan sebagai pemanfaatan aset individual untuk kepentingan publik telah mengalami berbagai perubahan, baik pada tataran paradigma maupun dalam hal praktik operasionalnya. Pada tataran paradigma, wakaf telah bergerak dari sekedar pemanfaatan suatu benda tidak bergerak berupa tanah dan bangunan mulai merambah kedalam upaya pemanfaatan berbagai barang/benda yang memiliki muatan ekonomi produktif. Sementara pada tataran praktik, wakaf kini mulai dikembangkan kedalam bentuk pemanfaatan alat produksi dan alat ekonomi seperti uang, saham, dan sebagainya.
Betapa pentingnya kedudukan wakaf dalam masyarakat muslim dan betapa besarnya peranan uang dalam perekonomian dewasa ini. Hanya saja potensi wakaf yang besar tersebut belum banyak didayagunakan secara maksimal oleh pengelola wakaf (nazhir). Padahal wakaf memiliki potensi yang sangat bagus untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat, terutama dengan konsep wakaf uang. Terlebih lagi di saat pemerintah tidak sanggup lagi menyejahterakan rakyatnya. Karena itu makalah ini dibuat untuk melihat sejauh mana wakaf uang mampu berperan sebagai alternatif menyejahterakan umat melalui pemberdayaan ekonomi.
Sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tertanggal 26 April 2002 diterangkan bahwa Wakaf Uang (Cash Wakaf/Wakaf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
Wakaf uang ini termasuk salah satu wakaf produktif. Didin Hafidhuddin sebagaimana dikutip oleh Anshori (2006:90) menjelaskan, wakaf produktif merupakan pemberian dalam bentuk sesuatu yang bisa diusahakan atau digulirkan dalam bentuk sesuatu yang bisa diusahakan atau digulirkan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat. Bentuknya bisa berupa uang atau surat-surat berharga.
Aset wakaf di Indonesia terbilang besar. Berdasarkan data yang ada di Departemen Agama, jumlah tanah wakaf di Indonesia sebanyak 430,766 lokasi dengan luas mencapai 1,615,791,832.27 meter persegi yang tersebar lebih dari 366.595 lokasi di seluruh Indonesia. Dilihat dari sumber daya alam atau tanahnya (resources capital) jumlah harta wakaf di Indonesia merupakan jumlah harta wakaf terbesar di seluruh dunia. Ini merupakan tantangan bagi umat Islam Indonesia untuk memfungsikan harta wakaf tersebut secara maksimal sehingga tanah-tanah tersebut mampu mensejahterakan umat Islam di Indonesia sesuai dengan fungsi dan tujuan ajaran wakaf yang sebenarnya. Sayangnya, potensi itu masih belum dimanfaatkan secara optimal, karena berbagai faktor. Maka, langkah yang tak bisa ditawar lagi yaitu memberdayakan potensinya dengan memproduktifkan aset-aset wakaf tersebut. Jika bangsa ini mampu mengoptimalkan potensi wakaf yang begitu besar itu, tentu kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat lebih terjamin.
Perwakafan di Indonesia jauh tertinggal dibanding negara-negara yang mayoritas berpenduduk Islam lain, seperti Mesir, Aljazair, Arab Saudi, Kuwait, dan Turki. Mereka jauh-jauh hari sudah mengelola wakaf ke arah produktif. Bahkan, di negara yang penduduk muslimnya minor, pengembangan wakaf juga tak kalah produktif. Singapura misalnya, aset wakafnya, jika dikruskan, berjumlah S$ 250 juta. Untuk mengelolanya, Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) membuat anak perusahaan bernama Wakaf Real Estate Singapura (WAREES).
Kalau mereka bisa, mengapa Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ini tak mampu. Penulis yakin, masyarakat Islam Indonesia mampu melakukan, bahkan lebih dari itu, jika benar-benar serius menangani hal ini. Apalagi, pemberdayaan wakaf di Indonesia kini sudah diakomodir secara formal oleh peraturan perundangan yang sangat progresif dalam mengakomodir hukum fiqh yaitu UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaannya. Kalau begitu, sekarang tinggal action saja, tak perlu banyak berwacana. Kalau dulu, banyak orang berdiskusi dan berharap adanya lembaga khusus yang menangani perwakafan di Indonesia, kini BWI sudah berdiri (sejak 2007). Tinggal bagaimana memaksimalkan lembaga independen amanat undang-undang itu. (Bab VI, pasal 7, UU No. 41 tahun 2004).
Wakaf pada dasarnya adalah “economic corporation”, sehingga wakaf merupakan kegiatan yang mengandung unsur investasi masa depan dan mengembangkan harta produktif untuk generasi yang akan datang sesuai dengan tujuan wakaf, baik berupa pelayanan maupun pemanfaatan hasilnya secara langsung. Bentuk-bentuk wakaf yang sudah dikemukakan tersebut merupakan bagian atau unit dana investasi. Investasi adalah landasan utama bagi pengembangan ekonomi. Investasi sendiri memiliki arti mengarahkan sebagian dari harta yang dimiliki oleh seseorang untuk membentuk modal produksi, yang mampu menghasilkan manfaat/barang dan dapat digunakan untuk generasi mendatang. Investasi yang dimaksud berupa investasi yang kepemilikan dan tujuannya mampu menghasilkan keuntungan yang direncanakan secara ekonomi dan hasilnya disalurkan untuk mereka yang ditentukan oleh wakif dalam ikrar wakaf. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa secara ekonomi, wakaf (Islam) adalah membangun harta produktif melalui kegiatan investasi untuk kepentingan mereka yang memerlukan yang telah ditetapkan dalam ikrar wakaf. Dengan demikian, hasil atau produk harta wakaf dapat dibedakan menjadi dua bagian. Pertama, wakaf langsung, yaitu harta wakaf yang menghasilkan pelayanan berupa barang untuk dikonsumsi langsung oleh orang yang berhak atas wakaf, seperti rumah sakit, sekolah, rumah yatim piatu, dan pemukiman. Kedua, wakaf produktif, yaitu wakaf yang dikelola untuk tujuan investasi dan produksi barang dan jasa pelayanan yang diperbolehkan menurut hukum Islam. Dalam bentuk ini, modalnya (harta wakaf) diinvestasikan, kemudian hasil investasi tersebut didistribusikan kepada mereka yang berhak.
Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial ekonomi Islam yang potensinya belum sepenuhnya digali dan dikembangkan. Akan tetapi akhir-akhir ini upaya untuk mengembangkan potensi wakaf ini terus menerus dilakukan melalui berbagai pengkajian, baik dari segi peranannya dalam sejarah, maupun kemungkinan peranannya di masa yang akan datang. Cukup banyak pemikir-pemikir Islam khususnya pakar hukum Islam dan ekonomi Islam, seperti Monzer Kahf, Khaled R. Al-Hajeri, dan Abdulkader Thomas, M.A. Mannan, melakukan pengkajian tentang wakaf. Pengkajian tentang wakaf ini tidak hanya terjadi di universitas-universitas Islam, tetapi juga di Harvard University.
Jika para nazhir (pengelola wakaf) di Indonesia mau dan mampu bercermin pada pengelolaan wakaf yang sudah dilakukan oleh berbagai negara seperti Mesir, Bangladesh dan lain-lain, insyaAllah hasil pengelolaan wakaf di Indonesia dapat dipergunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial dan ekonomi yang ada saat ini dan masih dihadapi oleh sebagian bangsa Indonesia, seperti kemiskinan, pengangguran, dan masalah sosial lainnya. Apalagi jika wakaf yang diterapkan di Indonesia tidak dibatasi pada benda tidak bergerak saja, tetapi juga benda bergerak, termasuk uang.
Pada tanggal 11 Mei 2002 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa tentang wakaf uang, yang isinya adalah sebagai berikut.
- Wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
- Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
- Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
- Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
- Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
Dengan demikian, intinya wakaf uang atau kadang disebut dengan wakaf tunai adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah yang dapat dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf ‘alaih. Ini berarti bahwa uang yang diwakafkan tidak boleh diberikan langsung kepada mauquf ‘alaih, tetapi nazhir harus menginvestasikan lebih dulu, kemudian hasil investasi itulah yang diberikan kepada mauquf ‘alaih.
Paling tidak, teridentifikasi ada empat manfaat utama dari wakaf uang dewasa ini, yaitu:
- Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu.
- Melalui wakaf tunai, asset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong dapat dimanfaatkan untuk pembangunan gedung atau diolah lahan pertanian.
- Dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagai lembaga pendidikan Islam yang cash flownya terkadang kembang kempis dan menggaji civitas akademika ala kadarnya.
- Pada gilirannya InsyaAllah umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunai pendidikan tanpa harus selalu tergantung pada anggaran pendidikan Negara yang terbatas.
Wakaf uang diharapkan dapat menjadi sarana bagi rekonstruksi sosial dan pembangunan, di mana mayoritas penduduk dapat ikut berpartisipasi. Untuk mewujudkan partisipasi tersebut, maka berbagai upaya pengenalan tentang arti penting wakaf uang sebagai sarana mentransfer tabungan si kaya kepada para usahawan (entrepreneurs) dan anggota masyarakat dalam mendanai berbagai kegiatan di negara-negara Islam perlu dilakukan secara intensif. Mengapa harus wakaf uang?
- Siapapun Bisa. Kini, orang yang ingin wakaf tidak harus menunggu menjadi kaya. Minimal Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah), anda sudah bisa menjadi wakif (orang yang berwakaf), dan mendapat Sertifikat Wakaf Uang.
- Jaringan Luas. Kapan pun dan di manapun anda bisa setor wakaf uang. Mudah bukan? Sebab, BWI telah bekerjasama dengan Lembaga Keuangan Syariah untuk memudahkan penyetoran.
- Uang Tak Berkurang. Dana yang diwakafkan, sepeser pun, tidak akan berkurang jumlahnya. Justru sebaliknya, dana itu akan berkembang melalui investasi yan dijamin aman, dengan pengelolaan secara amanah, bertangung jawab, professional, dan transparan.
- Manfaat Berlipat. Hasil investasi dana itu akan bermanfaat untuk peningkatan prasarana ibadah dan sosial, serta kesejahteraan masyarakat (social benefit).
- Investasi Akhirat. Manfaat yang berlipat itu menjadi pahala wakif yang terus mengalir, meski sudah meninggal, sebagai bekal di akhirat.
Wakaf uang membuka peluang yang unik untuk menciptakan investasi guna memberikan pelayanan keagamaan, layanan pendidikan, dan layanan sosial. Tabungan orang-orang kaya dapat dimanfaatkan dengan menukarkannya dengan Cash-Waqf Certificate. Hasil pengembangan wakaf yang diperoleh dari sertifikat tersebut dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang bermacam-macam seperti tujuan-tujuan wakaf itu sendiri. Kegunaan lain dari Cash-Waqf Certificate adalah bahwa dia dapat mengubah kebiasaan lama di mana kesempatan wakaf seolah-olah hanya untuk orang-orang kaya saja.
*) Sunarji Harahap, M.M
Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara