OPINI-Ekonomi Islam dan perkembangannya yakni teori dan praktik ekonomi Islam merupakan usaha pengejawantahan visi Islam rahmatan lil ‘alamin, kebaikan, keseimbangan, kesejahteraan dan kemakmuran alam semesta, yakni setiap makluk hidup dan segala ciptaan-Nya hidup dan berada di dalamnya, terutama manusia sebagai makhluk hidup yang dipasrahkan Allah untuk menjaga bumi dengan segala keteraturannya.
Di dalam ekonomi Islam terdapat dua bentuk interaksi, yakni interaksi dengan Allah sebagai interaksi vertikal, dan interaksi dengan sesama sebagai interaksi horizontal. Dua interaksi tersebut kemudian ditopang dengan prinsip-prinsip Islam lainnya seperti halnya keseimbangan, sehingga tidak lagi ditemukan adanya perbedaan serta kesenjangan khusunya dalam dinamika sosial. Tidak ada penindasan antara pemilik modal dan pekerja, tidak ada eksploitasi sumber daya alam yang berujung pada kerusakan alam dan ekosistem, tidak ada produksi yang hanya mengincar keuntungan tanpa memperhitungkan kelangsungan hidup di masa depan, tidak ada konsumsi yang hanya mengacu pada keinginan dan nafsu, tidak ada yang berlebihan, tidak ada jurang pemisah yang teramat lebar dan dalam antara orang kaya dengan orang miskin dan lain sebagainya. Visi Islam tersebutlah yang berusaha diwujudkan sehingga manusia menemukan harmonisasi dalam kehidupan, kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia juga di akhirat.
Prinsip-prinsip ekonomi Islam berasal langsung dari wahyu Allah yakni Alquran serta Hadis Nabi, yang juga merupakan dasar hukum dan pedoman umat Islam. Di antaranya, prinsip tersebut diambil dari ayat Al-Qur’an: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al. Qashash: 77).
Pada zaman Rasulullah SAW perkembangan pemikiran ekonomi memiliki intensitas yang tinggi pada periode Madinah, hal ini dikarenakan pada periode Makkah Rasulullah dan masyarakat Muslim masih belum sempat membangun perekonomian, sebab pada periode Makkah umat Islam masih disibukkan dengan dakwah awal Islam serta penuh dengan perjuangan mempertahankan diri dari represifitas dan intimidasi orang-orang Quraisy yang notabene belum bisa menerima agama Islam.
Barulah perkembangan dan pembangunan tatanan kehidupan masyarakat Islam tersebut bisa direalisasikan pada periode Madinah dengan poin pentingnya adalah umat Islam sudah mampu membangun sebuah peradaban masyarakat yang baik, sejahtera dan beradab atau yang dalam istilah sekarang disebut dengan Masyarakat Madani yang juga ditandai dengan lahirnya Piagam Madinah sebagai konstitusi pertama dalam sejarah manusia. Perkembangan tersebut juga terjadi pada kehidupan perekonomian masyarakat kala itu.
Pada masa ini, Rasulullah SAW dan umat Islam telah mampu memberikan prinip-prinsip dasar mengenai perekonomian. Strategi yang digunakan adalah: a) Membangun Masjid, b) Merehabilitasi Kaum Muhajirin, c) Membangun Konstitusi Negara, dan d) Meletakkan dasar-dasar sistem keuangan Negara. Meskipun sistem perekonomian yang dijalankan waktu itu masih sederhana, tapi dengan meletakkan dasar-dasar ekonomi tentunya sudah merupakan bentuk pembangunan dan kemajuan yang luar biasa pada zamannya.
Sistem ekonomi Islam yang digunakan berakar pada prinsip bahwa kekuasaan tertinggi hanya milik Allah SWT semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi. Perekonomian pada masa Rasulullah ini juga sudah mengenal sistem pajak seperti kharaj (pajak yang dibayarkan oleh penduduk non-muslim), Ushr (pajak pertanian), dan Jizyah (pajak perlindungan dan pengecualian orang-orang non muslim dari wajib militer).
Di samping itu, pada masa ini juga sudah muncul ketentuan terkait zakat yang juga merupakan instrumen fiskal dalam distribusi pendapatan yang lebih merata selain juga merupakan bagian daripada rukun Islam. Baitul Mal sebagai lembaga keuangan yang digunakan untuk menyimpan ketersediaan harta serta untuk memenuhi kebutuhan pemerintahan dan masyarakat juga dibentuk pada masa ini. Namun pada saat itu, baitul mal masih terbatas pada pengertian sebagai pihak yang menangani setiap harta benda kaum Muslimin, baik berupa pendapatan meupun pengeluaran. Harta yang didapatkan juga masih belum banyak, dan selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakn untuk pemeliharaan urusan mereka. Pada masa ini juga sudah mengenal adanya penyusunan anggaran, penerimaan dan alokasinya.
Lewat gerakan lembaga keuangan Islam modern dimulai dengan didirikannya sebuah bank dengan simpanan lokal (local saving bank) yang beroperasi tanpa bunga di desa Mit Ghamir, di tepi sungai Nil, Mesir pada tahun 1969 oleh Dr. Abdul Hamid An-Naggar. Walaupun beberapa tahun kemudian tutup karena masalah manajemen, bank lokal ini mencatatkan sejarah yang amat berarti, karena mengilhami konferensi ekonomi Islam pertama di Makkah pada tahun 1975. Dua tahun kemudian lahir Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB) yang merupakan tindak lanjut dari rekomendasi yang lahir dari konferensi ekonomi tersebut. Setelah itu muncul bank- bank komersial yang transaksi-transaksinya didasarkan pada ajaran Islam.
Munculnya bank-bank swasta Islam baik tingkat desa maupun internasional, diiringi dengan keperluan akan lembaga-lembaga pendukungnya seperti asuransi. Karena itu biasanya jika ada bank Islam di suatu negara, maka muncul pula asuransi Islami (takaful). Tetapi tidak sampai di situ saja. Karena pada saat bersamaan muncul keperluan akan adanya pasar modal yang Islami. Oleh karena itu muncul pula fund manager Islam dengan kriteria investasi yang sesuai dengan syariat Islam. Langkah ini ternyata bukan hanya dilakukan oleh kaum muslimin tetapi juga oleh orang lain. Baru-baru ini Dow Jones misalnya mengeluarkan apa yang disebut Islamic Index yang memuat index saham yang diperdagangkan secara Islam.
Meskipun usia masih sangat belia, sistem keuangan Islam tampaknya begitu cepat berkembang dan tumbuh. Jika kelahiran Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 dipakai sebagai tonggak lahirnya sistem keuangan secara empiris, maka rentang waktu 27 tahun kemudian sistem ekonomi Islam telah menunjukkan perkembangan yang cukup bagus. Kini telah berdiri lebih dari 200 lembaga keuangan dan investasi Islam.
Setelah tiga dasawarsa, sistem keuangan Islam telah menarik perhatian para investor barat terutama Eropa. Metode pembiayaan Islam telah dipandang sebagai suatu tantangan sekaligus peluang bagi mereka yang berkecimpung dalam bisnis keuangan modern di barat. Hal ini dimungkinkan dengan adanya fenomena masyarakat industri yang didorong oleh tuntutan klien dalam nuansa bisnis modern. Dalam masyarakat demikian, selalu timbul kesediaan dari pihak pengelola lembaga keuangan untuk senantiasa mendengarkan dan terus mempelajari perkembangan dan pengalaman bank-bank Islam yang diperkirakan akan menjadi sebuah trend baru dalam sistem keuangan dunia.
Menurut Rodney Wilson, kini sudah ada sembilan lembaga keuangan multinasional yang membuka unit usaha syari’ah di London. Sembilan lembaga keuangan multinasional itu adalah ANZ International, Al-Rahji Banking, Citibank International, Dresdner Klienworth Benson, Hongkong & Shanghai Banking Corporation, National Commercial Bank, Riyadh Bank Europe, Standar Chartered Bank dan United Bank of Kuwait. Diperkirakan akan terjadi perkembangan lebih besar di masa yang akan datang sekalipun perkembangan itu mungkin agak terbatas.
Dorongan untuk mengkaji sistem keuangan Islam secara umum terus meningkat tidak saja pada tingkat bisnis empiris, melainkan juga pada tingkat akademis dan kesarjanaan. Kini banyak lembaga pendidikan Islam di barat yang menawarkan program studi ekonomi dan keuangan Islam seperti Loughborough University of Durham di Inggris.
Namun demikian, sistem ekonomi Islam menurut hemat penulis bukanlah sesuatu yang memang betul-betul baru, tapi lebih dari pada sistem alternatif dari kapitalisme barat yang mengidolakan individu maupun untuk ekonomi terencana dari sosialisme timur.
Kita semua berusaha agar sistem ekonomi Islam dalam memberikan penekanan pada pendekatan yang lebih komprehensif, seperti bagaimana seharusnya meningkatkan kesejahteraan umat bisa dilakukan. Sebab pendekatan yang seperti ini akan lebih banyak memberikan warna yang mendekati permasalahan ekonomi yang secara ril dihadapi oleh umat.
Ada pun sumbangsih ekonomi Islam 1) Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS), merupakan instrumen strategis dari sistem perekonomian Islam yang memberikan kontribusi besar dalam menangani masalah kemiskinan dan masalah sosial. Dalam perspektif Islam, zakat merupakan “hak fakir miskin yang tersimpan dalam kekayaan orang berada”. Zakat tidak hanya dilakukan setahun sekali pada saat bulan Ramadhan, tapi memiliki lingkup yang luas. Seorang muslim yang masuk pada kategori ‘muzzaki’ dengan kekayaan yang sudah mencapai ‘nishab’ (jumlah minimal yang harus dipenuhi sebelum mengeluarkan zakat yaitu setara dengan 85 gram emas) dan harus dibayarkan setiap tahun, wajib menunaikan zakat mal. Secara teknis pemungutan dan pendistribusian zakat akan efektif jika dijalankan oleh lembaga yang memiliki otorasi. Zakat, infaq, sedekah merupakan instrumen yang dapat menyejahterakan masyarakat kurang mampu. Dengan demikian diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. 2). Konsep jujur, adil, dan bertanggungjawab, merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi seperti gadai, sewa-menyewa, dan perdagangan. Tujuan dari konsep ini adalah agar tidak ada pihak yang dirugikan. Dalam kegiatan ekonomi hendaklah menguntungkan semua pihak sehingga terhindar dari berbagai kecurangan yang dapat menyebabkan konflik sosial. 3) Larangan riba, Larangan riba dengan menjadikan sistem bagi hasil dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai sistem yang diterapkan dalam kredit beserta instrumen bunganya. Bunga bank memberikan dampak negatif pada kegiatan ekonomi dan sosial Secara ekonomi, bunga bank menjadikan pertumbuhan ekonomi yang semu dan menurunkan kinerja perekonomian. Dari segi sosial akan membuat masyarakat terbebani dengan bunga yang besar. Melalui larangan riba ini, maka pembangunan dan pertumbuhan ekonomi diharapkan akan terus meningkat.
Selain berkreasi, umat Islam klasik juga berfungsi sebagai “penengah” dan “saksi” keseluruhan umat manusia. Fungsi itu dijalankan dengan menerapkan sikap terbuka terhadap ilmu pengetahuan dan peradaban umat-umat lain. Sikap ini melahirkan sikap-sikap lebih lanjut yang tidak segan mengambil sesuatu yang baik dan bermanfaat dari umat lain. Karena itu, sejarah mencatat bahwa umat Islam adalah kelompok umat manusia yang pertama menginternasionalkan ilmu pengetahuan. Jika sebelumnya suatu cabang ilmu pengetahuan hanya merupakan kekayaan nasional bangsa tertentu, seperti Yunani, Persia, India dan Cina, maka sejak Islam dan dalam peradaban Islam, ilmu-ilmu itu tumbuh menjadi kekayaan bersama umat manusia.
Islam kita kita imani sebagai sebuah agama yang diwahyukan Allah melalui Rasul-Nya sebagai agama yang sempurna, kesempurnaan Islam termuat dalam setiap hukum dan keteraturannya. Hukum dan keteraturan yang diberikan kepada umat manusia dalam setiap sendi kehidupannya dalam prinsip kerahmatan kepada seluruh alam. Kesempurnaan itulah yang memberikan gambaran bahwa bukan hanya sebagai agama, namun Islam juga merupakan kerangka berfikir, pedoman bertindak, serta sistem kehidupan (way of life) umat-Nya.
Islam telah mengatur setiap sendi kehidupan manusia mulai dari sesuatu yang paling dasar, asasi sampai pada sesuatu yang membutuhkan pemaknaan dan kedalaman berpikir untuk mengembangkan segala keteraturan tersebut. Oleh karenanya, salah satu sendi kehidupan manusia yang potensial seperti halnya ekonomi juga tak luput dari jangkauan keteraturannya. Saat ini, para cendekiawan Islam telah menerjemahkannya dalam satu kerangka berpikir sistem ekonomi Islam. Oleh karena ekonomi Islam merupakan derivasi daripada Islam itu sendiri, maka ekonomi Islam merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan (integral) dari Islam dan akan senantiasa mengikuti Islam dalam setiap aspek dan pengembangannya.
Ekonomi Islam menggabungkan antara prinsip-prinsip ilahiyah dengan prinsip insaniyah yang di antara keduanya terdapat jembatan kehidupan (hajat hidup) yang menghubungkan. Ekonomi Islam juga merupakan satu bentuk integral dalam mewadahi dua kekuatan besar yang mempengaruhi kehidupan dunia, yakni ekonomi dan agama. Terintegrasikannya dua kekuatam besar dalam satu wadah ekonomi Islam merupakan penyatuan kembali bahwa kehidupana ini berhulu dan bermuara pada yang Satu, Allah SWT sebagaimana prinsip tauhid. Prinsip tauhid menekankan adanya kesatuan alam semeta, kesatuan kebenaran dan pengetahuan serta kesatuan hidup atas dasar Allah dan menuju kepada Allah. Sehingga tidak ditemukan kontradiksi antara dua hal, terlebih adanya hal-hal yang akan memengaruhi pribadi-pribadi Muslim menjadi pribadi yang pecah belah (split personality). Karena semuanya menyatu dan berjalan dengan hukum keseimbangan-Nya.
Melalui penerapan sistem ekonomi Islam mampu mengatasi krisis ekonomi global, negara akan menjadi lebih stabil dan adil. Kerugian dan bahaya sistem ekonomi liberal telah terbukti di berbagi negara. Sistem ekonomi Islam merupakan solusi yang dapat mengatasi krisis ekonomi dunia, sehingga tercipta kesejahteraan yang adil dan merata.
Ekonomi Islam yang berorientasi pada keseimbangan antara kehidupan dunia dan surgawi merupakan alternatif dari sistem perekonomian konvensional yang kurang kuat dalam membentengi perokonomian dunia. Sistem ekonomi Islam diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi suatu negara dan pembangunan bangsa.
Penulis
SunarjiHarahap, M.M.
Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
dan Pengurus MES Sumut