SIKAP REDAKSI-Mengajar barangkali adalah semulia pekerjaan, guru adalah sehormat-hormatnya sapaan.
Suatu waktu kalimat itu disampaikan seorang penulis yang begitu peduli dengan pendidikan. Mengajar dan berbagi ilmu merupakan tindakan alami dan kata hati yang paling mulia, terlebih berbagi ilmu dengan anak-anak yang tidak dikenal asal dan silsilahnya. Para pembagi ilmu ini kemudian disapa dengan sebutan “Guru”. Sebuah sapaan paling hormat. Menjadi guru adalah satu jalan sunyi. Sunyi dari ingar-bingar tepuk tangan, sunyi dari kemewahan dan barang mahal dan tentu saja sunyi dari pujian.
Guru merupakan ujung tombak peradaban dan kemajuan teknologi. Orang-orang besar muncul dari tangan dingin dan kasih sayang para guru. Siswa yang ia ajari mengeja dan berkali-kali membuat para guru mengelus dada tumbuh menjadi pesohor, sedangkan para guru tetap seperti itu: mengajari mengeja dan melihat anak didiknya tumbuh menjadi pesohor. Adagium pahlawan tanpa tanda jasa menjadi interpretasi dari sunyinya para guru.
Di Mandailing Natal peran dan tanggung jawab para guru lebih berat. IPM masih mengekor di belakang sementara kenakalan remaja kian menggerus moral. Itu belum termasuk tuntutan dan tekanan dari para birokrat yang tak jarang tidak paham dengan pendidikan. Perhatian dan pelatihan lebih sering menjadi perebutan proyek, alih-alih fokus menunjang kemampuan para guru. Nasib guru honorer lebih menyedihkan. Tugas dan tanggung jawab lebih banyak. Di kantor dipandang rendah, gaji kecil dan sering tersendat. Ketika mengeluh dengan keadaan konsekuensinya ancaman pemberhentian.
Apresiasi tak jarang hanya diperoleh satu kali dalam satu tahun, tepatnya 25 November: Hari Guru Nasional. Pada hari itu semua guru mendapat apresiasi dari pemerintah, masyarakat dan para siswa di setiap jenjangan. Ucapan-ucapan selamat berseliweran sepanjang hari: dari subuh sampai larut malam. Namun, esoknya keadaan kembali seperti semula; tugas administrasi menumpuk, anak-anak tetap terlambat, gaji masih telat dan angka kredit masih dibayar. Muaranya IPM tak bergerak.
Perhatian Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal terhadap guru sangat minim. Ketika daerah-daerah lain membuka beasiswa untuk para guru agar bisa meningkatkan kompetensi, di sini malah berpacu menguangkan kenaikan pangkat dan golongan para guru. Saat daerah lain sibuk memberikan pelatihan dan mengirim para gurunya studi banding, di sini para guru dijadikan sasaran tembak ketika persoalan pendidikan menyeruak. SK para guru sering dijadikan ladang bisnis bagi pejabat. Pemerintah terkesan hanya peduli administrasi tanpa memperhatikan aspek lain seperti kesejahteraan. Misalnya, saat Pemprov Sumut memberikan intensif 90 ribu rupiah per jam untuk guru honorer, di Madina harganya hanya 300 ribu per bulan. Itu pun dengan berbagai catatan.
Hari Guru Nasional tahun 2020 ini mengangkat tema “Bangkitkan Semangat, Wujudkan Merdeka Belajar”. Semestinya tema ini menjadi satu pijakan bagi Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal untuk membuat satu program yang bermuara pada bangkitnya semangat pendidikan dan tercapainya kemerdekaan belajar. Tentu, aspek kesejahteraan menjadi satu pertimbangan penting. Toh, pemerintah pusat telah mengeluarkan BSU sebagai satu uapaya untuk mendongkrak semangat para guru. Tentu, pemerintah daerah pun bisa melakukan hal serupa. Pendidikan bukan semata berkas administrasi dan bangunan fisik sekolah. Kesejahteraan sumber daya manusia yang mengelola dan bersentuhan langsung dengan pendidikan harus menjadi prioritas.
Untuk mewujudkan merdeka belajar ada banyak aspek yang harus menjadi perhatian pemerintah. Persebaran guru yang merata, penetapan kualifikasi guru, perekrutan yang transparan dan kompetitif serta penempatan guru sesuai keahlian merupakan beberapa aspek yang mutlak dilakukan pemerintah. Tidak mungkin merdeka belajar bisa tercapai jika kekurangan guru masih terjadi, guru Seni Budaya mengajar Fisika atau guru yang dipaksa mengajar.
Masa depan pendidikan ditentukan oleh kualitas para guru, baik dari segi akdemik terlebih kognitif. Belajar ilmu Kimia bisa saja otodidak, tapi belajar adab mutlak perlu seseorang yang bisa digugu dan itu ranahnya para guru. Ke depan pemerintah harus memberikan apresiasi sepantasnya kepada para guru, bukan hanya di Hari Guru Nasional semata. Selamat Hari Guru Nasional untuk para guru di Mandailing Natal dan di mana saja. Guru adalah suluh dalam gelap moral, embun dalam gersang ilmu dan muara dari kemajuan satu bangsa.
Tim Redaksi StArtNews