POJOK REDAKSI – MASYARAKAT Jakarta tentu riang gembira ketika tahun ini banjir mulai menjauh dari Ibu Kota. Akan tetapi, tak semua orang berakal waras seperti itu. Atas nama kepentingan politik, mereka berpikir picik dan bertindak licik agar Jakarta tetap tergenang. Harus diakui, Jakarta tak lagi banjir ialah salah satu keberhasilan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Mustahil disangkal, keseriusan dan ketegasannya dalam membenahi Ibu Kota berhasil mengusir banjir yang selama berpuluh-puluh tahun menjadi rutinitas tahunan di Ibu Kota.
Betul bahwa sebagian wilayah Jakarta belum lepas dari genangan. Namun, harus tegas dikatakan, jumlah titik genangan yang masih ada terlampau sedikit jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kawasan Kampung Pulo, Jakarta Timur, yang selama ini selalu berubah bak lautan ketika musim penghujan, tahun ini bahkan terbebas dari banjir.
Sekali lagi, semua itu tak lepas dari kinerja nyata Ahok. Namun, jamak terjadi, keberhasilan seseorang terkadang juga membuat sakit hati orang lain. Iri dan dengki menyertai, terlebih ketika persoalan ditarik ke arena kepentingan dan politik. Di situlah kemudian akal bulus menegasikan akal sehat. Di situlah kemudian segala cara dilakukan agar keberhasilan seseorang tak kian cemerlang di mata publik. Postulat itu pula yang terjadi belakangan ini ketika bertruk-truk sampah kulit kabel menyumbat gorong-gorong di Jl Merdeka Selatan dan Jl Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Banyak pertanyaan yang muncul, dari mana sampah sebanyak itu menumpuk di gorong-gorong, siapa yang melakukannya, dan kapan mereka membuangnya. Yang pasti, sampah tersebut menyumbat aliran air dan membuat jalan-jalan di seputar Istana Negara tergenang. Keberadaan sampah kulit kabel di kawasan ring I dekat Istana memang masih menjadi misteri. Beraneka dugaan pun mencuat. Ada yang menduga sampah kulit kabel tersebut sisa pengerjaan proyek yang tak diangkat. Ada juga yang mengira itu ulah mafia pencurian kabel bawah tanah.
Bahkan, Ahok terang-terangan menduga sampah tersebut merupakan upaya sabotase agar kawasan Istana yang merupakan pusat pemerintahan tergenang. Ujung-ujungnya, citra Ahok sebagai pemimpin Jakarta menjadi buruk. Berlebihankah Ahok? Kita tegas mengatakan tidak. Ahok tak sekadar berburuk sangka. Sabotase sangat mungkin melatari menumpuknya sampah kulit kabel di gorong-gorong seputar Istana karena jumlahnya tidak main-main, mencapai 17 truk.
Dugaan adanya sabotase tak mengada-ada, juga karena DKI Jakarta saat ini sedang kental dengan aroma politik terkait dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Pilkada memang baru berlangsung tahun depan, tetapi rivalitas sudah memanas dan mesti dikatakan bahwa Ahok di atas angin. Semua hasil survei menunjukkan elektabilitas Ahok jauh meninggalkan calon-calon gubernur lainnya. Sebagian besar rakyat Jakarta amat mengapresiasi kinerja Ahok selama ini dan berharap ia terpilih kembali untuk menuntaskan pekerjaan yang belum tuntas.
Dalam kondisi itulah, segala cara amat mungkin dilakukan oleh mereka yang kontra Ahok, termasuk dengan menyumbat gorong-gorong agar Jakarta banjir, agar citra Ahok memburuk. Apabila benar sabotase, itu bukan cuma ditujukan terhadap Ahok, melainkan juga kepada Presiden. Namun, semua itu baru sebatas dugaan. Kita berharap jajaran Polda Metro Jaya serius melakukan pengusutan dan penindakan.
Jika sampah tersebut menumpuk karena sabotase, tindak tegas mereka yang melakukannya. Jika sampah itu ada karena sisa pengerjaan proyek, tindak pula mereka yang teledor. Misteri sampah kulit kabel di gorong-gorong sekitar Istana mesti selekasnya diungkap.