NEGOSIASI divestasi saham Freeport Indonesia akhirnya mencapai kesepakatan. Indonesia akan segera mengambil alih kepemilikan saham mayoritas dari tangan perusahaan asal Amerika Serikat, Freeport-McMoran. Dengan 51% saham senilai Rp53,9 triliun, pemerintah melalui PT Inalum (persero) menjadi pengendali perusahaan yang telah mengeruk kekayaan alam Indonesia selama hampir lima dekade itu.
Di bawah penguasaan asing, kontribusi Freeport Indonesia terhadap perekonomian nasional ataupun daerah kurang optimal. Ya, perusahaan tersebut merekrut putra-putri Papua sebagai tenaga kerja. Ya, perusahaan itu telah membayar royalti pertambangan dan pajak dengan tarif tinggi. Freeport Indonesia juga memberikan dividen ke kas negara.
Meski begitu, porsi saham yang tidak lebih dari 10% menjadikan Indonesia hanya sebagai penonton. Jeroan Freeport Indonesia tidak diketahui pasti. Apakah emas, perak, dan tembaga yang dihasilkan selama ini benar-benar seperti yang dilaporkan ke pemerintah? Apakah ada hasil tambang lain yang tidak masuk laporan Freeport?
Tanpa penguasaan saham mayoritas, porsi terbesar hasil pertambangan Freeport Indonesia jatuh ke tangan orang lain. Padahal, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menyebutkan ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat’.
Tidak mudah mengambil alih kepemilikan mayoritas Freeport Indonesia. Pemerintah dengan berdasarkan undang-undang meminta itu sebagai salah satu syarat bagi Freeport bila ingin mendapatkan izin usaha pertambangan yang baru. Sesungguhnya semua perusahaan pertambangan yang terikat kontrak karya harus memenuhi persyaratan serupa.
Mereka mematuhi, kecuali Freeport. Hanya Freeport yang rewel, demikian Menteri ESDM Ignasius Jonan menyebut investor Amerika itu. Dengan berbagai alasan bahkan sampai mengancam akan membawa perkara ke pengadilan arbitrase internasional dan merumahkan ribuan karyawan, Freeport-McMoran berusaha berkelit dari kewajiban divestasi saham.
Kita apresiasi kegigihan pemerintah yang bergeming menghadapi ancaman Freeport-McMoran. Selama kurang lebih 3,5 tahun di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, negosiasi terus dijalankan walau sangat alot. Satu demi satu alasan Freeport dipatahkan.
Dalam tiap kesempatan, tim negosiasi yang dipimpin Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan sikap superior. Indonesia tidak tunduk pada kemauan orang lain. Hasilnya pengalihan 51% saham Freeport Indonesia ke Inalum sebagai BUMN holding pertambangan kini telah disepakati.
Upaya menegakkan kedaulatan negara di pengelolaan sumber daya alam tidak hanya dilakukan di pertambangan. Pada awal tahun ini, Blok Mahakam, penghasil gas terbesar di Indonesia, beralih ke negara yang diwakili PT Pertamina (persero) setelah habis masa kontraknya di tangan perusahaan asal Prancis, Total E&P. Prosesnya pun melalui negosiasi yang cukup panjang meski tidak sealot Freeport Indonesia.
Amanat Undang-Undang Dasar 1945 selama ini kerap dibengkokkan untuk kepentingan bisnis yang mengatasnamakan rakyat Indonesia, tetapi sebenarnya hanya banyak menguntungkan segelintir orang atau kelompok. Pola korup seperti itu tentu tidak mendapatkan tempat di rezim pemerintah yang bersih. Freeport dan Blok Mahakam kita harapkan menjadi tonggak untuk mengembalikan kedaulatan atas kekayaan alam ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Sumber : mediaindonesia.com